![]() |
Tim terpadu pemerintah menghentikan reklamasi ilegal di Kabupaten Belitung/humas kkp |
Jakarta – Tim Terpadu Pemerintah untuk penanganan kasus pelanggaran pemanfaatan sumber daya alam menghentikan kegiatan reklamasi di Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka Belitung. Aksi penghentian reklamasi ilegal di kabupaten yang dikenal sebagai “Bumi Laskar Pelangi” dilakukan Rabu (10/7/2019).
Tim terpadu beranggotakan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Kementerian LHK, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Bareskrim Polri, dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Belitung.
Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Jenderal PSDKP, Agus Suherman, menegaskan, Kegiatan reklamasi di pesisir Desa Air Saga, Kecamatan Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung dihentikan aktivitasnya karena tidak dilengkapi izin yang dipersyaratkan.
Proses penghentian tersebut berawal dari pengaduan masyarakat mengenai adanya kegiatan reklamasi yang sedang berlangsung.
“Reklamasi tersebut telah menyebabkan kerusakan ekosistem mangrove serta menghambat akses keluar masuk kapal nelayan penangkap ikan,” tegas Agus dalam keterangan resminya, Kamis (11/9/2019).
Berbekal informasi awal dari masyarakat, tim terpadu menggelar pertemuan untuk memperdalam informasi dan menggali keterangan dari berbagai pihak terkait, termasuk aparat desa setempat.
Tim menyimpulkan bahwa kegiatan reklamasi di lahan yang mencapai luas 2 hektar dan tanpa dilengkapi dengan perizinan tersebut telah menimbulkan dampak terhadap ekosistem perairan dan masyarakat nelayan.
Guna mencegah kerusakan ekosistem yang lebih parah, tim melakukan penyegelan di kawasan reklamasi serta memasang papan larangan melakukan kegiatan di area reklamasi.
Selanjutnya, setiap Kementerian/Lembaga terkait akan melakukan proses hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Kegiatan reklamasi tanpa izin dan menyebabkan kerusakan lingkungan, setidaknya dapat diduga melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup,” kata Agus menegaskan.
Selain itu, juga melanggar Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, menyebutkan, pemerintah, pemerintah daerah, dan setiap orang yang akan melaksanakan reklamasi wajib memiliki izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi. (rhm)