Jakarta – Matahari terik menyinari bumi yang subur, perut bumi yang gemuk dengan minyak, emas, dan mineral berharga. Di atas kertas, negara-negara (Negara-negara yang akan di bahas dalam tulisan ini red) ini adalah calon raksasa ekonomi.
Namun, di balik kilau sumber daya alam (SDA) yang melimpah, sering kali tersembunyi kisah pilu kebangkrutan dan kemiskinan sistematis. Ironi pahit ini bukanlah takdir alam, melainkan hasil dari permainan berbahaya yang dimainkan oleh elit politik dan ekonomi yang, entah karena keserakahan, kebodohan, atau menjadi pion dalam skema global, mengubah berkah menjadi kutukan.
Mari kita telusuri beberapa panggung drama ekonomi-politik yang kelam ini.
๐๐๐ซ๐ข๐ค๐: ๐๐๐ซ๐ญ๐ ๐๐๐ซ๐ฎ๐ง ๐ฒ๐๐ง๐ ๐๐ข๐ ๐๐๐๐ข๐ค๐๐ง ๐๐ข ๐๐ฌ๐ญ๐๐ง๐ ๐๐๐ ๐๐ก.
Bayangkan Republik Demokratik Kongo (dulu Zaire), tanah yang mungkin paling kaya SDA di dunia โ koltan untuk ponsel, berlian, tembaga, kobalt. Namun, di era Mobutu Sese Seko (1965-1997), kekayaan itu menguap seperti kabut di pagi hari.
Mobutu membangun istana megah di tengah hutan (Gbadolite) dan rekening bank pribadi yang menggurita, sementara infrastruktur negara hancur dan rakyat terpuruk dalam kemiskinan.
๐๐ก๐๐ฅ๐ฉ๐ค๐ ๐ง๐๐จ๐ adalah kata kuncinya. Dia menciptakan sistem di mana semua aliran SDA harus melalui tangannya atau kroninya.
Perusahaan-perusahaan negara menjadi sapi perah, kontrak tambang diberikan kepada sekutu asing dengan imbalan uang tunai atau dukungan politik, sementara pendapatan riil negara hanya sebagian kecil dari nilai sebenarnya. Hasilnya? Utang menumpuk, ekonomi ambruk, dan Kongo tetap menjadi salah satu negara termiskin dunia meski duduk di atas gunung emas.
Mobutu bukan hanya korup; dia adalah arsitek kehancuran yang sistematis, didukung diam-diam oleh kekuatan asing yang berkepentingan menjaga akses murah ke mineral strategis di tengah Perang Dingin.
๐๐ฆ๐๐ซ๐ข๐ค๐ ๐๐๐ญ๐ข๐ง: ๐๐๐ฏ๐จ๐ฅ๐ฎ๐ฌ๐ข ๐๐ข๐ง๐ฒ๐๐ค ๐ฒ๐๐ง๐ ๐๐๐ซ๐ฎ๐ฃ๐ฎ๐ง๐ ๐๐๐ก๐๐ง๐๐ฎ๐ซ๐๐ง
Bergeser ke Amerika Latin, Venezuela menyajikan tragedi terkini yang menyayat hati. Memiliki cadangan minyak terbesar di dunia, negara ini seperti ditakdirkan untuk makmur.
Di bawah Hugo Chรกvez (1999-2013) dan kemudian Nicolรกs Maduro, janji redistribusi kekayaan minyak untuk rakyat miskin berubah menjadi mimpi buruk hiperinflasi, kelangkaan parah, dan eksodus massal. Kebijakan ekonomi Chรกvez, meski awalnya populer, mengandung benih kehancuran.
Nasionalisasi besar-besaran tanpa manajemen yang kompeten merusak tulang punggung industri minyak PDVSA. Perusahaan yang dulu canggih itu dijadikan mesin ATM politik, diisi dengan loyalis, dan diabaikan investasinya demi mendanai program sosial jangka pendek yang tidak berkelanjutan.
Ketika harga minyak jatuh, bangunan kartu itu rubuh. Kebijakan kontrol harga dan mata uang yang kacau mematikan sektor produktif non-migas. Yang lebih parah, korupsi merajalela di sekitar bisnis minyak, seringkali melibatkan kontrak dengan perusahaan asing atau entitas bayangan yang mengeruk keuntungan besar sementara negara kebobolan.
Maduro melanjutkan dan memperburuk warisan ini, mengunci Venezuela dalam krisis kemanusiaan yang dalam, sebuah negeri bangkrut di atas lautan minyak, di mana elit politik dan militer serta mitra bisnis asing tertentu diuntungkan, sementara rakyat berjuang untuk sekadar makan.
๐๐ฌ๐ข๐: ๐๐ข๐ค๐ญ๐๐ญ๐จ๐ซ, ๐๐๐ฅ๐ฎ๐๐ซ๐ ๐, ๐๐๐ง ๐๐๐ง๐ฃ๐๐ซ๐๐ก๐๐ง ๐๐ข๐ฌ๐ญ๐๐ฆ๐๐ญ๐ข๐ฌ
Jauh sebelum Venezuela, Filipina telah menunjukkan bagaimana satu keluarga bisa menjarah sebuah bangsa. Ferdinand Marcos (1965-1986) memerintah dengan tangan besi, didukung oleh Amerika Serikat di tengah Perang Dingin. Di balik retorika pembangunan, Marcos, istrinya Imelda, dan kroninya membangun kerajaan korupsi yang legendaris.
“๐๐ณ๐ฐ๐ฏ๐บ ๐ค๐ข๐ฑ๐ช๐ต๐ข๐ญ๐ช๐ด๐ฎ” mencapai puncaknya. Kontrak-kontrak menguntungkan untuk sumber daya alam, proyek infrastruktur raksasa, dan monopoli diberikan kepada sekutu bisnis yang setia, yang kemudian mengalirkan kembali sebagian keuntungannya kepada keluarga Marcos.
Utang luar negeri membengkak untuk membiayai proyek-proyek “prestisius” yang seringkali tidak berguna atau tidak selesai, sementara dana tersebut juga menjadi sasaran penyelewengan. Hutan ditebang habis-habisan, tambang dikeruk, semuanya untuk memperkaya lingkaran dalam kekuasaan.
Kekayaan yang dicuri Marcos diperkirakan mencapai miliaran dolar โ disimpan di rekening bank Swiss, diinvestasikan dalam properti mewah di AS, atau berubah menjadi koleksi ribuan sepatu Imelda yang menjadi simbol keserakahan yang keterlaluan.
Ketika rezimnya jatuh, Filipina ditinggalkan dengan utang besar, ekonomi yang rusak, dan sumber daya alam yang terkuras, sebuah contoh klasik bagaimana kediktatoran dan korporasi (baik lokal maupun asing yang bermain di dalam sistem crony-nya) bersekongkol menghisap darah negeri.
๐๐จ๐ฅ๐ ๐ฒ๐๐ง๐ ๐๐๐ซ๐ฎ๐ฅ๐๐ง๐ : ๐๐ฎ๐ญ๐ฎ๐ค๐๐ง ๐๐ฎ๐ฆ๐๐๐ซ ๐๐๐ฒ๐ ๐๐๐ง ๐๐๐ซ๐๐ง ๐๐ฅ๐ข๐ญ
Ketiga contoh di atas, dan banyak lainnya seperti Angola di bawah dos Santos atau Nigeria dalam berbagai rezim militer, menunjukkan pola yang mengerikan: “๐๐ฆ๐ด๐ฐ๐ถ๐ณ๐ค๐ฆ ๐๐ถ๐ณ๐ด๐ฆ” seringkali dimediasi oleh tindakan manusia yang jahat atau ceroboh. Tokoh-tokoh seperti Mobutu, Marcos, Chรกvez/Maduro bukanlah korban keadaan; merekalah aktor utama dalam drama kehancuran ini.
Korupsi Sistematis: SDA menjadi sumber rente utama, diperebutkan oleh elit untuk kepentingan pribadi atau kelompok, bukan untuk pembangunan nasional. Kebijakan Ekonomi yang Mematikan: Nasionalisasi tanpa kapasitas, subsidi besar-besaran yang tidak terarah, pengabaian investasi di sektor produktif, pencetakan uang liar, semua kebijakan ini menghancurkan fondasi ekonomi.
Kolusi dengan Korporasi Asing: Kontrak-kontrak yang merugikan negara, skema transfer pricing, pembayaran suap, dan eksploitasi tanpa nilai tambah yang berarti bagi ekonomi domestik. Elit lokal menjadi “antek” yang memfasilitasi pengurasan kekayaan oleh entitas asing, imbalannya adalah kekayaan pribadi dan dukungan politik.
Penghancuran Institusi: Penegakan hukum yang lemah, peradilan yang tidak independen, dan media yang dibungkam memungkinkan praktik-praktik perusak ini berlangsung tanpa kendali. Kebangkrutan negara-negara kaya SDA ini bukanlah kebetulan atau nasib buruk. Ia adalah konsekuensi yang bisa diprediksi dari kepemimpinan yang korup, kebijakan yang salah arah, dan kolusi mematikan antara elit lokal yang rakus dengan kekuatan korporasi global yang haus keuntungan.
Kekayaan alam yang seharusnya menjadi tangga menuju kemakmuran, di tangan yang salah, berubah menjadi peti mati bagi masa depan sebuah bangsa. Luka ini dalam, dan pemulihannya membutuhkan lebih dari sekadar perubahan rezim; ia memerlukan pembongkaran sistemik budaya korupsi dan impunitas yang mengakar.
Hingga itu terjadi, paradoks negeri kaya yang miskin akan terus menjadi cerita yang memilukan di panggung dunia.***
๐๐๐๐๐ซ๐๐ง๐ฌ๐ข
1. ๐๐ถ๐ต๐บ, ๐. ๐. (1993). ๐๐ถ๐ด๐ต๐ข๐ช๐ฏ๐ช๐ฏ๐จ ๐ฅ๐ฆ๐ท๐ฆ๐ญ๐ฐ๐ฑ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐ต ๐ช๐ฏ ๐ฎ๐ช๐ฏ๐ฆ๐ณ๐ข๐ญ ๐ฆ๐ค๐ฐ๐ฏ๐ฐ๐ฎ๐ช๐ฆ๐ด: ๐๐ฉ๐ฆ ๐ณ๐ฆ๐ด๐ฐ๐ถ๐ณ๐ค๐ฆ ๐ค๐ถ๐ณ๐ด๐ฆ ๐ต๐ฉ๐ฆ๐ด๐ช๐ด*. ๐๐ฐ๐ถ๐ต๐ญ๐ฆ๐ฅ๐จ๐ฆ.
2. ๐๐ญ๐ฐ๐ฃ๐ข๐ญ ๐๐ช๐ต๐ฏ๐ฆ๐ด๐ด. (2004). ๐๐ถ๐ด๐ฉ ๐ข๐ฏ๐ฅ ๐ณ๐ถ๐ช๐ฏ: ๐๐ฉ๐ฆ ๐ฅ๐ฆ๐ท๐ข๐ด๐ต๐ข๐ต๐ช๐ฏ๐จ ๐ฎ๐ช๐ฏ๐ฆ๐ณ๐ข๐ญ ๐ต๐ณ๐ข๐ฅ๐ฆ ๐ช๐ฏ ๐๐ฐ๐ถ๐ต๐ฉ๐ฆ๐ณ๐ฏ ๐๐ข๐ต๐ข๐ฏ๐จ๐ข, ๐๐๐.
3. ๐๐ถ๐ฏ๐ช๐ต๐ด๐ฌ๐บ, ๐. (2017). ๐๐ง๐ต๐ฆ๐ณ๐ด๐ฉ๐ฐ๐ค๐ฌ๐ด: ๐๐ณ๐ฆ๐ข๐ต ๐ฑ๐ฐ๐ธ๐ฆ๐ณ๐ด ๐ข๐ฏ๐ฅ ๐ฅ๐ฐ๐ฎ๐ฆ๐ด๐ต๐ช๐ค ๐ณ๐ฆ๐ง๐ฐ๐ณ๐ฎ๐ด ๐ช๐ฏ ๐ต๐ฉ๐ฆ ๐ต๐ธ๐ฆ๐ฏ๐ต๐ช๐ฆ๐ต๐ฉ ๐ค๐ฆ๐ฏ๐ต๐ถ๐ณ๐บ. ๐๐ณ๐ช๐ฏ๐ค๐ฆ๐ต๐ฐ๐ฏ ๐๐ฏ๐ช๐ท๐ฆ๐ณ๐ด๐ช๐ต๐บ ๐๐ณ๐ฆ๐ด๐ด. (๐๐ฆ๐ฎ๐ฃ๐ข๐ฉ๐ข๐ด ๐ฌ๐ฐ๐ฏ๐ต๐ฆ๐ฌ๐ด ๐๐ฆ๐ณ๐ข๐ฏ๐จ ๐๐ช๐ฏ๐จ๐ช๐ฏ ๐ฅ๐ข๐ฏ ๐ณ๐ฆ๐ป๐ช๐ฎ ๐ด๐ฆ๐ฑ๐ฆ๐ณ๐ต๐ช ๐๐ข๐ณ๐ค๐ฐ๐ด & ๐๐ฐ๐ฃ๐ถ๐ต๐ถ).
4. ๐๐๐. (2019). ๐๐ฆ๐ฏ๐ฆ๐ป๐ถ๐ฆ๐ญ๐ข: ๐๐ฆ๐ญ๐ฆ๐ค๐ต๐ฆ๐ฅ ๐ช๐ด๐ด๐ถ๐ฆ๐ด. ๐๐๐ ๐๐ฐ๐ถ๐ฏ๐ต๐ณ๐บ ๐๐ฆ๐ฑ๐ฐ๐ณ๐ต ๐๐ฐ. 19/67. ๐ฉ๐ต๐ต๐ฑ๐ด://๐ธ๐ธ๐ธ.๐ช๐ฎ๐ง.๐ฐ๐ณ๐จ/๐ฆ๐ฏ/๐๐ถ๐ฃ๐ญ๐ช๐ค๐ข๐ต๐ช๐ฐ๐ฏ๐ด/๐๐/๐๐ด๐ด๐ถ๐ฆ๐ด/2019/03/11/๐๐ฆ๐ฏ๐ฆ๐ป๐ถ๐ฆ๐ญ๐ข-๐๐ฆ๐ญ๐ฆ๐ค๐ต๐ฆ๐ฅ-๐๐ด๐ด๐ถ๐ฆ๐ด-46664
5. ๐๐ฆ๐ณ๐ฆ๐ฅ๐ช๐ต๐ฉ, ๐. (2005). ๐๐ฉ๐ฆ ๐ด๐ต๐ข๐ต๐ฆ ๐ฐ๐ง ๐๐ง๐ณ๐ช๐ค๐ข: ๐ ๐ฉ๐ช๐ด๐ต๐ฐ๐ณ๐บ ๐ฐ๐ง ๐ง๐ช๐ง๐ต๐บ ๐บ๐ฆ๐ข๐ณ๐ด ๐ฐ๐ง ๐ช๐ฏ๐ฅ๐ฆ๐ฑ๐ฆ๐ฏ๐ฅ๐ฆ๐ฏ๐ค๐ฆ. ๐๐ณ๐ฆ๐ฆ ๐๐ณ๐ฆ๐ด๐ด. (๐๐ฆ๐ฎ๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ช๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ฌ๐ฐ๐ฏ๐ต๐ฆ๐ฌ๐ด ๐ญ๐ถ๐ข๐ด ๐ต๐ฆ๐ณ๐ฎ๐ข๐ด๐ถ๐ฌ ๐๐ฐ๐ฃ๐ถ๐ต๐ถ).
6. ๐๐ฐ๐ด๐ด๐ฆ๐ณ, ๐. (2006). ๐๐ฉ๐ฆ ๐ฑ๐ฐ๐ญ๐ช๐ต๐ช๐ค๐ข๐ญ ๐ฆ๐ค๐ฐ๐ฏ๐ฐ๐ฎ๐บ ๐ฐ๐ง ๐ต๐ฉ๐ฆ ๐ณ๐ฆ๐ด๐ฐ๐ถ๐ณ๐ค๐ฆ ๐ค๐ถ๐ณ๐ด๐ฆ: ๐ ๐ญ๐ช๐ต๐ฆ๐ณ๐ข๐ต๐ถ๐ณ๐ฆ ๐ด๐ถ๐ณ๐ท๐ฆ๐บ. ๐๐ฏ๐ด๐ต๐ช๐ต๐ถ๐ต๐ฆ ๐ฐ๐ง ๐๐ฆ๐ท๐ฆ๐ญ๐ฐ๐ฑ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐ต ๐๐ต๐ถ๐ฅ๐ช๐ฆ๐ด.
7. ๐๐ณ๐ข๐ฏ๐ด๐ฑ๐ข๐ณ๐ฆ๐ฏ๐ค๐บ ๐๐ฏ๐ต๐ฆ๐ณ๐ฏ๐ข๐ต๐ช๐ฐ๐ฏ๐ข๐ญ. (๐ฏ.๐ฅ.). ๐๐ฐ๐ณ๐ณ๐ถ๐ฑ๐ต๐ช๐ฐ๐ฏ ๐๐ฆ๐ณ๐ค๐ฆ๐ฑ๐ต๐ช๐ฐ๐ฏ๐ด ๐๐ฏ๐ฅ๐ฆ๐น. ๐ฉ๐ต๐ต๐ฑ๐ด://๐ธ๐ธ๐ธ.๐ต๐ณ๐ข๐ฏ๐ด๐ฑ๐ข๐ณ๐ฆ๐ฏ๐ค๐บ.๐ฐ๐ณ๐จ/๐ฆ๐ฏ/๐ค๐ฑ๐ช (๐๐ถ๐ฎ๐ฃ๐ฆ๐ณ ๐ถ๐ฏ๐ต๐ถ๐ฌ ๐ฎ๐ฆ๐ญ๐ช๐ฉ๐ข๐ต ๐ต๐ณ๐ฆ๐ฏ ๐ฌ๐ฐ๐ณ๐ถ๐ฑ๐ด๐ช ๐ฅ๐ช ๐ฏ๐ฆ๐จ๐ข๐ณ๐ข-๐ฏ๐ฆ๐จ๐ข๐ณ๐ข ๐ต๐ฆ๐ณ๐ฌ๐ข๐ช๐ต).
8. ๐๐ฆ๐ช๐ด๐ฃ๐ณ๐ฐ๐ต, ๐., & ๐๐ข๐ฏ๐ฅ๐ฐ๐ท๐ข๐ญ, ๐. (2008). ๐๐ฉ๐ฆ ๐๐ฆ๐ฏ๐ฆ๐ป๐ถ๐ฆ๐ญ๐ข๐ฏ ๐ฆ๐ค๐ฐ๐ฏ๐ฐ๐ฎ๐บ ๐ช๐ฏ ๐ต๐ฉ๐ฆ ๐๐ฉรก๐ท๐ฆ๐ป ๐บ๐ฆ๐ข๐ณ๐ด. ๐๐ฆ๐ฏ๐ต๐ฆ๐ณ ๐ง๐ฐ๐ณ ๐๐ค๐ฐ๐ฏ๐ฐ๐ฎ๐ช๐ค ๐ข๐ฏ๐ฅ ๐๐ฐ๐ญ๐ช๐ค๐บ ๐๐ฆ๐ด๐ฆ๐ข๐ณ๐ค๐ฉ. ๐ฉ๐ต๐ต๐ฑ๐ด://๐ค๐ฆ๐ฑ๐ณ.๐ฏ๐ฆ๐ต/๐ณ๐ฆ๐ฑ๐ฐ๐ณ๐ต/๐ต๐ฉ๐ฆ-๐ท๐ฆ๐ฏ๐ฆ๐ป๐ถ๐ฆ๐ญ๐ข๐ฏ-๐ฆ๐ค๐ฐ๐ฏ๐ฐ๐ฎ๐บ-๐ช๐ฏ-๐ต๐ฉ๐ฆ-๐ค๐ฉ๐ข๐ท๐ฆ๐ป-๐บ๐ฆ๐ข๐ณ๐ด/ (๐๐ฆ๐ฎ๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ช๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ฑ๐ฆ๐ณ๐ด๐ฑ๐ฆ๐ฌ๐ต๐ช๐ง ๐ข๐ธ๐ข๐ญ, ๐ฎ๐ฆ๐ด๐ฌ๐ช ๐ฌ๐ณ๐ช๐ด๐ช๐ด ๐ฎ๐ฆ๐ฎ๐ฃ๐ถ๐ณ๐ถ๐ฌ ๐ด๐ฆ๐ต๐ฆ๐ญ๐ข๐ฉ๐ฏ๐บ๐ข).
๐๐ข๐ต๐ข๐ต๐ข๐ฏ: ๐๐ถ๐ฎ๐ฃ๐ฆ๐ณ-๐ด๐ถ๐ฎ๐ฃ๐ฆ๐ณ ๐ด๐ฆ๐ฑ๐ฆ๐ณ๐ต๐ช ๐๐ญ๐ฐ๐ฃ๐ข๐ญ ๐๐ช๐ต๐ฏ๐ฆ๐ด๐ด, ๐๐๐ ๐ณ๐ฆ๐ฑ๐ฐ๐ณ๐ต๐ด, ๐ฅ๐ข๐ฏ ๐ฌ๐ข๐ณ๐บ๐ข ๐ข๐ฌ๐ข๐ฅ๐ฆ๐ฎ๐ช๐ด (๐๐ถ๐ต๐บ, ๐๐ฐ๐ด๐ด๐ฆ๐ณ, ๐๐ฆ๐ณ๐ฆ๐ฅ๐ช๐ต๐ฉ) ๐ฎ๐ฆ๐ฎ๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ช๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ฃ๐ข๐ด๐ช๐ด ๐ฅ๐ข๐ต๐ข ๐ฅ๐ข๐ฏ ๐ข๐ฏ๐ข๐ญ๐ช๐ด๐ช๐ด. ๐๐ถ๐ฌ๐ถ ๐๐ฆ๐ณ๐ฆ๐ฅ๐ช๐ต๐ฉ ๐ฅ๐ข๐ฏ ๐๐ถ๐ฏ๐ช๐ต๐ด๐ฌ๐บ ๐ฎ๐ฆ๐ฎ๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ช๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ฏ๐ข๐ณ๐ข๐ด๐ช ๐ด๐ฆ๐ซ๐ข๐ณ๐ข๐ฉ ๐บ๐ข๐ฏ๐จ ๐ฌ๐ฐ๐ฏ๐ต๐ฆ๐ฌ๐ด๐ต๐ถ๐ข๐ญ.