7 Gadis NTT Diduga Korban “Human Trafficking” di Bali

8 Maret 2014, 21:10 WIB
Delapan remaja NTT korban human trafficking didampingi Keluarga Flobamora di Bali (Foto:KabarNusa)

KabarNusa.com, Denpasar – Sebanyak
delapan orang asal Nusa Tenggara Timur (NTT) diduga menjadi korban
perdagangan manusia human trafficking saat bekerja di sebuah pabrik kopi
dan pembantu rumah tangga di Denpasar, Bali.

Mereka terdiri tujuh gadis dan seorang pria berumur 15 tahun – 25 tahun kabur dari tempatnya
bekerja karena tidak tahan diperlakukan tidak manusiawi.

Kedelapan
korban itu yakni Agnes(15) asal (Maumere), Regina (20) asal Manggarai
Timur, Olandina Ramos (20) asal Belu, Felinda Asna(16) asal Labuan Bajo,
Julieta (18) asal Atambua),  Rifka (20) asal Sumba Barat Daya,  Andreas
Feka (25) asal Timor Tengah Utara TTU.

Satu korban sebelumnya,
bernama Agustina Rianti atau disapa Yanti (18) asal Desa Nara Nara,
Kecamatan Bola, Kabupaten Sikka juga menjadi korban.

Yanti
bahkan, dibuang majikannya di Terminal Batubulan, Gianyar, Bali dengan 
hanya dibekali uang Rp 50 ribu supaya pulang ke Flores setelah menjadi
PRT selama tiga tahun tanpa terima gaji.

Wakil Sekretaris Umum
Flobamora Bali, Rahman Sabon menuturkan, saat ini delapan remaja asal
NTT yang menjadi korban perdagangan manusia sedang ditangani keluarga
Flobamora Bali.

Dari pengakuan para korban, sebelumnya dipekerjakan di pabrik Mangsi Kopi di daerah Ubung Kaja, Denpasar milik Wayan Mar.

Mereka, rata-rata sudah bekerja di pabrik kopi itu sekira lima bulan sampai 1,5 tahun.

Karena
tidak tahan dengan pekerjaannya, setelah tidak pernah mendapat gaji
serta perlakuan kasar bosnya, tiga di antara mereka kabur dari
perusahaan, lanjut mengadu ke kantor LBH PETA.

Menurut Yohanes B.
Raharjo dan Lies Subario, staf LBH PETA yang mendampingi para korban,
kasus ini sudah dilaporkan ke Polresta Denpasar tanggal 6 Maret 2014
dengan STLP No: 217/III/2014/Bali/Reska Dps. Terlapor adalah Wayan Mar
Hendra.

Terlapor disangka Pasal 2 UU No 21 Tahun 2007 tentang
Perdagangan Manusia dan Pasal 83 UU No 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.

Kata dia, Tidak tertutup Kemungkinan akan meningkat juga ke undang-undang tentang KDRT.

“Para korban juga sudah di BAP, jadi kita tunggu saja perkembangan selanjutnya dari kepolisian,” sambung Lies Subario. (kto)

Berita Lainnya

Terkini