Denpasar – Tuntutan jaksa penuntut umum terhadap Ni Ketut Sri Astari Direktur Flame Spa, dengan hukuman 9 bulan penjara, telah menyulut keterkejutan dari masyarakat yang membandingkan dengan kasus Ariel NOAH.
Kasus yang melibatkan praktik tak terpuji ini dinilai telah merusak reputasi Bali sebagai destinasi wisata budaya.
Adanya disparitas antara tuntutan hukuman dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara yang diatur Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi juga menjadi sorotan.
Gubernur Bali, Wayan Koster, menyatakan kekhawatirannya hukuman yang terlalu ringan dapat mengurangi efek jera dan mendorong pelaku usaha ilegal lainnya.
Meskipun saya menghormati proses hukum yang berjalan, tuntutan hukuman yang diajukan jaksa dirasa kurang sepadan dengan dampak negatif yang ditimbulkan.
Oleh karena itu, Koster berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan secara mendalam kerusakan citra Bali yang disebabkan oleh kasus ini.
“Dengan demikian, putusan yang dijatuhkan nantinya dapat memberikan efek jera yang signifikan dan mencegah terulangnya praktik serupa di masa mendatang,” ujar Gubernur Bali, Wayan Koster, kepada awak media di Denpasar, Bali, Kamis 27 Februari 2025..
Sebelumnya kasus ini juga sempat disorot Ketua DPRD Bali dan sejumlah politisi, termasuk Wayan Koster yang memberikan dukungan penuh terhadap langkah tegas Polda Bali dalam menjaga moralitas dan citra positif Pulau Dewata.
“Saya mendukung penuh tindakan Polda Bali dalam menindak tegas praktik ilegal ini. Kita harus bersama-sama menjaga Bali agar tidak berubah menjadi tempat eksploitasi bisnis gelap,” pungkas Ketua DPD PDI Perjuangan Bali ini.
Bisnis SPA ini, dikelola PT Mimpi Surga Bali, terbongkar sebagai tempat ilegal setelah digerebek Polda Bali pada 2 September 2024.
Praktik ilegalnya, diperkirakan beromzet hingga Rp 6 miliar per bulan, terbukti dengan ditemukannya terapis yang melayani tamu dalam keadaan tanpa busana. Namun, hukuman yang dituntut jaksa sangat tidak adil, hanya setara dengan hukuman karyawan.
Sungguh ironis, bisnis haram yang mengeruk keuntungan besar ini justru mendapat hukuman ringan, jauh berbeda dengan kasus Ariel NOAH yang divonis 3,5 tahun tanpa unsur komersialisasi.***