Kabarnusa.com – Perhelatan politik Munaslub Partai Golkar menjadi penting bagi pihak Istana atau penguasa saat ini mengingat posisi partai beringin sangat seksi bagi siapapun calon presiden di 2019.
Menurut Wakawantim Ormas MKGR dan mantan pengurus Golkar era Jusuf Kalla. Zaenal Bintang, Partai Golkar punya posisi seksi bagi calon presiden 2019 lantaran ditopang infrastruktur politik yang memadai.
“Infrastruktur Partai Golkar cukup mapan merata di 560 lebih kabupaten kota seluruh Indonesia,” katanya di arena Musdalub Partai Golkar Nusa Dua Bali, Jumat (13/5/2016).
Boleh dikata perangkat seperti tidak dimiliki parpol lain. Terlebih posisinya sebagai “partai tengah”, sangat ideal untuk merangkum dan merajut Indonesia yang heterogen dalam agama, budaya, golongan dan ras.
Karenanya, jika para kandidat caketum seperti Ade Komaruddin (Akom) dan Setya Novanto atau Setnov, gagal membuat Jokowi tenang memasuki laga Pilpres pada 2019, tidak tertutup kemungkinan akan muncul “kuda hitam”.
Apalagi, sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Selasa (10/5), mengungkapkan Presiden Joko Widodo marah karena namanya disebut mendukung salah satu calon ketua umum Partai Golkar yang pada Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) pertengahan Mei 2016 di Bali.
Dalam pemberitaan sebelumnya, JK mengaku sehari sebelumnya bertemu Jokowi hanya berdua.
“Jokowi sangat marah karena hal itu sama sekali tidak benar,” kata JK kepada media.
Pada hari yang sama media mewawancarai presiden di Istana. Setengah membantah keterangan JK, Jokowi balik bertanya kepada media: “Memang saya pernah marah?”.
Jokowi menolak berkomentar terkait dinamika politik internal Partai Golkar. Jokowi hanya tertawa kecil saat ditanya.
Bagi Bintang, apakah Jokowi marah atau tidak marah itu bukan hal yang penting.
Bahwa Istana ikut kasak kusuk dan bantah membantah adalah hal lain.
Namun, yang tidak dapat dipungkiri bahwa pada akhirnya terkuak juga ke permukaan pihak Istana memantau proses Munaslub Partai Golkar.
Kata Bintang, d Istana ada dua elit penting tokoh Golkar yang berpotensi mengisi atau diisi oleh presiden dalam konteks guidance signal kepada siapa “cinta” presiden akan diberikan untuk menjadi ketua umum.
Keduanya adalah Wapres JK (Jusuf Kalla) yang mantan Ketua Umum Golkar atau kepada Menko Polhukam Lhut Binsar Panjaitan (LBP) mantan Dewan Pertimbangan Golkar.
Keduanya, dalam banyak hal kerap “berseberangan” sikap politik. Sering berseberangan di dalam hal memberi masukan kepada presiden.
Menko Polhukam LBP pun terseret juga panasnya perseteruan di Munaslub Golkar. Dia diisukan mendukung caketum Golkar Setya Novanto meskipun Luhut membantah.
Di mata Zaenal, dalam konteks menciptakan rekonsiliasi dan stabilitas di dalam internal Golkar, pihak JK lebih unggul dari LBP.
Di pihak lain, dalam debat kandidat masing-masing tim suskses terlihat saling menjegal. Menyebarkan aroma bau busuk “kampanye” hitam yang sengit.
Survei membuktikan, mereka saling menyudutkan, bahkan seakan sudah sampai pada tingkat “saling meracun” sesama kader Golkar.
Dia kemudian menyebut tiga nama kader teras Golkar berputar-putar di atas pusaran nominasi figur unggulan yang akan “direstui” Istana.
Ketiganya adalah Setya Novanto, Ade Komaruddin dan Airlangga Hartato.
“Ketiga nama ini saya sebut tanpa mengurangi penghargaan terhadap potensi yang dimiliki lima calon lainnya (Azis Syamsuddin, Mahyuddin, Priyo Budi Santoso, Syahrul Yasin Limpo dan Indra Bambang Utoyo),” demikian Bintang. (rhm)