Adhyaksa Tegaskan Pramuka Terdepan Lawan Gerakan yang Ingin Ganti Pancasila

5 Mei 2017, 17:38 WIB
Adyaksa Dault

JAKARTA – Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka Adhyaksa Dault menegaskan akan berada di barisan depan melawan setiap gerakan yang merongrong Pancasila dan mengganti Undang-Undang Dasar 1945.

“Kalau ada gerakan yang merongrong Pancasila, mengganti Undang-Undang Dasar 1945, kami Pramuka duluan di depan menghadapi mereka. Ingat itu,” tegas Adhyaksa Dault, dalam video yang diunggah di laman YouTube-nya, Kamis (4/5/17). Adyaksa mengunggah video klarifikasi terkait video Hizbut Tahrir Indonesia di laman Youtube-nya.

Ditegaskannya, Pancasila susah payah dirumuskan para “founding father” dan sejarah bangsa Indonesia telah membuktikan kesaktian Pancasila. Gerakan Pramuka dengan jumlah anggotanya lebih dari 17 juta orang berada di garda terdepan untuk menjaga dan merawatnya.

Kwarnas Gerakan Pramuka fokus menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda. Bulan Oktober tahun 2015, Mengadakan Peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, dengan tema “Pancasila dan Kita.”

Ketika itu ditampilkan foto-foto terbaik karya Pramuka, video-video dan monolog Cut Nyak Dien dibawakan artis peran Ine Febriyanti dan puisi dibawakan pemain teater senior, Sari Madjid, keduanya adalah Andalan Nasional Kwarnas Gerakan Pramuka.

Hadir saat itu mantan Wakil Presiden RI, Try Sutrisno dan istri, serta puluhan tokoh dari berbagai macam latar belakang.

         

“Setiap tahun, kami berdiskusi di rumah beliau (Try Sutrisno) supaya bagaimana Pramuka ini menjadi garda terdepan bagi anasir-anasir, para komunis, para ekstrim yang akan merubah dasar negara kita, kita paling depan,” tambahnya.

Adhyaksa menilai tuduhan anti-pancasila pada dirinya adalah hal naif. Pasalnya, daftar riwayat hidup dan kiprahnya selama ini untuk bangsa Indonesia membuktikan bahwa dirinya cinta NKRI.

Ketika menjadi Ketua Umum DPP KNPI tahun 1999 dan terjadi perdebatan mengenai bentuk negara yang dianut Indonesia, Adhyaksa mengambil inisiatif mengumpulkan para tokoh nasional. Mereka membubuhkan tanda tangannya sebagai tanda kebulatan tekad NKRI harga mati.

“Saya minta kepada saudara saya, Dharma Oratmangun, membuat sebuah lagu berjudul Jangan Robek Merah Putihku. Itu awal reformasi. Dan tanda tangan itu terpatri di DPP KNPI,” tuturnya.

Saat menjabat Menpora Periode 2004-2009, Adhyaksa setiap hari Jumat mewajibkan pegawainya yang beragama muslim untuk mengaji. Di hari yang sama, dia juga mewajibkan  kebaktian retreat bagi pegawainya yang beragama kristen di kantor yang sama.

Bahkan, setiap tahun dari gajinya dipotong, diambil untuk dikumpulkan yang diberikan kepada 2 orang untuk naik haji. “Satu orang yang katolik saya kirimkan ke Lourdes, 1 orang yang kristen saya kirimkan ke tanah suci mereka di Yerussalem,” imbuhnya.

“Kenikmatan yang Tuhan berikan pada bangsa ini setelah keimanan adalah tanah air Indonesia,” demikian Adyaksa. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini