Airlangga Hartarto Mundur dari Ketum Golkar, Pengamat Politik UIN Jogja: Kemunduran Demokrasi

Pengamat Politik UIN Yogyakarta Ahmad Norma Permata khawatir mundurnya Airlangga Hartarto akan berimbas terhadap kehidupan demokrasi di kemudian hari.

13 Agustus 2024, 20:31 WIB

Yogyakarta – Mundurnya Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Golkar dinilai merupakan kemunduran demokrasi.

Bahkan, mundurnya Airlangga Hartarto merupakan peristiwa sangat fenomenal dan juga sebagai bagian prahara politik yang amat janggal.

Pengamat Politik UIN Yogyakarta Ahmad Norma Permata khawatir mundurnya Airlangga Hartarto akan berimbas terhadap kehidupan demokrasi di kemudian hari. 

Dikenal sebagai partai paling adem ini, mendadak Golkar harus mengalami ujian berat. Tantangan yang berkelok tajam hingga harus siap menerima pil paling pahitnya jika proses transisi Ketua Umum-nya berjalan alon dan tidak transparan. 

Rasa keprihatinan khusus atas mundurnya Airlangga Hartarto bukan hanya menjadi bahasan internal Golkar namun spontan menimbulkan reaksi mendalam mulai dari masyarakat, para pengamat politik hingga para elite partai lain.

Tak sedikit yang berspekulasi atas mundurnya Airlangga Hartarto dari jabatan Ketum Golkar bahkan menilai kejadian luar biasa.

“Tentu saja ini secara politik berimbas berdampak masif dan akan berpengaruh langsung dalam konstruksi dan juga konstelasi politik nasional,” terang Ahmad Norma Permata dihubungi wartawan Selasa 13 Agustus 2024.

Meski begitu, Ahmad Norma Permata menilai dampak secara umum terkait gonjang ganjing Partai Golkar tersebut akan mungkin melahirkan kritik.

Dia mensinyalir ada grand desain untuk berkiblat ke Cina dalam tata pemerintahan yaitu menciptakan satu sistem politik yang tersentralisasi, seminimal mempengaruhi sistem demokrasi karena mengalami kemunduran.

Selain itu, banyak di kalangan elit berpikir pragmatis bagaimana menjalankan pembangunan selancar mungkin, meskipun pembangunan itu tidak banyak menangkap aspirasi masyarakat.

Dicontohkan, era Jokowi yang banyak didorong adalah pembangunan infrastruktur.

Sementara pembangunan yang bersifat kualitatif terkait pendidikan lain-lain tidak banyak mendapatkan perhatian.

“Apalagi pembangunan yang bersifat diskursif seperti kebebasan pers hak HAM pemberantasan korupsi semakin jauh dari perhatian pemerintah,” imbuh Ahmad Norma Permata.

Guna menyikapi kondisi itu, dia berharap partai beringin tersebut agar kedepan memberikan kesempatan kepada semua pihak yang dianggap mampu menawarkan sumber daya politik dan ekonomi yang lebih baik.

Disisi lain, apa yang terjadi di Golkar saat ini, memungkinkan terjadi karena orang-orang dalam internal partai, membuka pintu untuk tawaran dari pihak luar.

Sikap ini tidak akan terjadi di partai-partai lainnya seperti PDIP yang masih punya benteng kuat ideologi.

Meskipun memang ada rekam jejak pemerintahan saat ini yang terbiasa menggunakan perangkat hukum untuk menekan lawan-lawan politiknya antara lain seperti memecah partai yang dianggap ancaman,

“Menciptakan kepengurusan tandingan partai politik untuk memecah belah, sebagaimana yang pernah terjadi di PPP dan Demokrat,” tukasnya. ***

Berita Lainnya

Terkini