AJI Desak Aparat dan Media Tindaklanjuti Kasus Pelecehan Jurnalis Perempuan

22 Januari 2018, 10:06 WIB
ilustrasi//net

JAKARTA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang berbasis di Jakarta dan Gerakan Media Merdeka (Geramm) yang berada di Kuala Lumpur mendesak kalangan perusahan media maupun aparat hukum menindaklanjuti berbagai kasus pelecehan yang dialami jurnalis perempuan di sejumlah negara.

Sikap AJI dan Geramm itu menyikapi tuduhan pelecehan seksual yang dilakukan pejabat pemerintah dan politisi di Asia Tenggara seperti Malaysia, Indonesia, dan Filipina, seperti dimuat dalam laporan Asian Correspondent, sangat memprihatinkan.

Karenanya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Geramm sepakat bahwa laporan yang disampaikan Asian Correspondent harus disikapi.

Diketahui, Asian Correspondent melaporkan, delapan jurnalis perempuan dari Malaysia, Indonesia dan Filipina telah menjadi korban pelecehan seksual saat melakukan pekerjaan mereka sebagai jurnalis profesional.

Media asing itu mengutip cerita dua jurnalis perempuan Malaysia dan seorang jurnalis perempuan Indonesia. Ketiganya berbagi pengalaman serupa tentang terjadinya pelecehan seksual saat menjalankan profesinya sebagai jurnalis.

“Tindakan pelecehan itu dilakukan melalui pesan teks, kontak fisik, hingga undangan makan malam ‘khusus.’,” tutur Endah Lismartini dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dalam rilisnya, Senin (22/1/2018).

Yang disesalkan, ada satu fakta terungkap, ketika jurnalis perempuan melaporkan kasus pelecehan seksual itu pada editornya, ia justru diminta untuk ‘memanfaatkan’ situasi itu untuk mendapatkan berita yang lebih eksklusif.

Dengan melihat fakta juga hal itu juga menjadi masalah umum di kedua negara dan di kawasan ini, sehingga pihaknya mendesak pihak-pihak yang berkepentingan untuk menolak dan terus menolak segala bentuk pelecehan seksual terhadap semua jurnalis, atau dalam kasus khusus ini terhadap jurnalis perempuan.

Kata Endah, kasus-kasus seperti ini telah lama diabaikan karena dianggap tidak penting, bahkan dianggap hal yang ‘normal’ sebagai bagian dari interaksi sehari-hari antara jurnalis dan sumber berita mereka.

Karenanya, AJI dan Geramm percaya munculnya suara dari beberapa jurnalis perempuan yang berani berbagi cerita, sudah saatnya bagi kantor media untuk merespons laporan kasus tersebut dengan serius, dan mempertimbangkan membuat kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut.

Batas kabur antara pelecehan seksual dan hubungan baik dengan nara sumber, harus ditarik dengan jelas. Perlu ada saluran yang jelas agar masalah semacam ini bisa segera ditangani.

“Berdasarkan sejumlah catatan itu, kami menuntut semua sumber berita, terlepas dari status mereka, untuk menunjukkan rasa hormat terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya,” tegas Endah yang jurnalis Viva.co.id itu.

Sebagai organisasi yang memperjuangkan kebebasan pers dan hak-hak praktisi media, AJI dan Geramm sepakat bahwa isu pelecehan seksual harus ditangani secara menyeluruh.

“Kami juga menekankan pentingnya bagi jurnalis untuk membangun hubungan dan komunikasi dengan para politisi dan nara sumber secara profesional dengan didasarkan pada prinsip saling menghormati,” demikian Endah menguti[ pernyataan bersama AJI dan Geramm. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini