AJI: Pemberitaan Media Seputar LGBT Langgar UU Pers

1 Maret 2016, 13:00 WIB
lgbt
(ilustrasi/net)

Kabarnusa.com –  Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menilai beberapa pemberitaan terkait isu-isu sensitif keberadaan kelompok termarjinal secara struktural dan sosial khususnya lesbi, gay, biseksual dan transgender (LGBT) berindikasi melanggar UU Pers, Kode Etik Jurnalistik maupun Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) 2012.

AJI melihat pemberitaan yang gencar dari media belakangan ini seputar LGBT adalah bentuk perhatian media pada kelompok marjinal tersebut.

“Hanya saja, AJI Indonesia menilai beberapa pemberitaan berindikasi melanggar UU Pers, Kode Etik Jurnalistik maupun Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) 2012,” kata Ketua Umum AJI Suwarjono dalam siaran persnya belum lama ini.

Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, pasal 6 mengamanatkan pers nasional melaksanakan peranan memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, dan Hak Asasi Manusia.

Selain itu, menghormati kebhinekaan. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar.

Dalam Kode Etik  yang dirumuskan 29 organisasi profesi pada 2006, pasal 1 mengamanatkan “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.”

Sedangkan pada Pasal 8: “Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin.

Juga, bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.”

Pada bagian penafsiran pasal ini dijelaskan, prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu, sebelum mengetahui secara jelas dan diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pun dalam Pedoman Prilaku Penyiaran Standar Program Siaran (P3SPS) 2012, Bab XI pasal 15 ayat 1, mengamatkan tentang perlindungan kepala orang dan kelompok masyarakat tertentu, termasuk didalamnya, “Orang atau kelompok dengan orientasi seksual atau identitas gender tertentu.

”Pada ayat 2 mengatur lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan atau menyajikan program yang menertawakan, menghina atau merendahkan kelompok masyarakat, termasuk di dalamnya orang atau kelompok dengan orientasi seksual atau identitas gender tertentu.

Sedangkan pada BAB XVIII P3SPS juga menekankan lembaga penyiaran mengedepankan Prinsip-Prinsip Jurnalistik.

Di antaranya menjunjung prinsip keberimbangan, adil, tidak beritikad buruk dll.

Pada pemberitaan yang diturunkan media akhir-akhir ini terkait isu LGBT, AJI Indonesia melihat terdapat beberapa kelalaian sesuai ketentuan di atas.

Media cenderung tidak berimbang, tidak jernih mengulas permasalahan, serta berpontensi melakukan kekerasan simbolik terhadap kelompok marjinal dalam pemberitaan.

AJI Indonesia mengimbau media tidak melakukan diskriminasi, menaati KEJ dan P3SPS 2012 dalam pemberitaan.

AJI juga mendorong Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia menjalankan fungsi pengawasan sesuai dengan amanat undang-undang, untuk masa depan pers Indonesia yang lebih baik.

“Kepada masyarakat yang merasa dirugikan terkait pemberitaan, AJI mendorong menggunakan mekanisme yang telah diatur dalam UU Pers dan diadopsi dalam KEJ, yaitu hak jawab dan koreksi,” tegas Suwarjono didampingi Hesthi Murthi (Ketua Bidang Perempuan dan Kelompok Marjinal).

Kata Dia, hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

“Sedangkan hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain,” paparnya.

Hak jawab dan koreksi ini dapat langsung dilayangkan kepada redaksi atau melalui ombudsman media. Media berkewajiban melayani kedua hak masyarakat ini secara arif sesuai amanat UU Pers Pasal 5 dan KEJ Pasal 11.

“Jika masyarakat menilai itikad baik ini tidak mendapatkan tanggapan dari media, AJI mendorong masyarakat menggunakan jalur pengaduan kepada Dewan Pers atau Komisi Penyiaran Indonesia,” demikian Jono, panggilan Pimpred Suara.com itu. (rhm)

Artikel Lainnya

Terkini