Padang – Founder Rumah Aktivis Sejahtera Sumatera Barat, Rifky Fernanda Sikumbang, mengutuk keras pernyataan influencer Ferry Irwandi yang menyebut negara tidak hadir dalam tragedi kemanusiaan di Sumatera khususnya di Aceh Tamiang, termasuk narasi soal dugaan pemerkosaan di lokasi bencana.
Rifky menilai pernyataan tersebut sebagai opini sesat, provokatif, dan berpotensi memperkeruh suasana di tengah kondisi masyarakat yang sedang berduka.
“Di saat masyarakat dan relawan masih berjibaku menolong korban, justru muncul pernyataan yang menyudutkan negara secara membabi buta. Ini bukan kritik yang membangun, tetapi bentuk provokasi yang bisa merusak kepercayaan publik,” tegas Rifky dalam keterangannya, Minggu (7/12).
Rifky yang juga mantan Ketua Umum HMI Kota Padang ini menegaskan bahwa penanganan bencana di Sumatera saat ini melibatkan banyak unsur, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, TNI-Polri, relawan, hingga berbagai organisasi kemanusiaan. Ia menilai tudingan bahwa negara tidak hadir adalah narasi yang menyesatkan dan tidak berbasis fakta menyeluruh di lapangan.
“Kita harus objektif. Negara hadir lewat berbagai instrumen, bantuan logistik, tenaga medis, aparat keamanan, hingga relawan. Jangan karena ingin viral lalu menggiring opini seolah-olah pemerintah abai terhadap rakyatnya,” ujarnya.
Meski mengapresiasi langkah Ferry Irwandi yang turut menyalurkan bantuan kemanusiaan, Rifky mengingatkan bahwa setiap tokoh publik memiliki tanggung jawab moral dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Menurutnya, pernyataan di ruang publik harus memperkuat solidaritas, bukan memicu amarah kolektif yang tidak produktif.
“Datang ke lokasi membawa bantuan itu baik. Tapi ketika narasi yang dibangun justru memecah belah, maka nilai kemanusiaan itu sendiri menjadi ternodai,” katanya.
Rifky juga menekankan bahwa kritik terhadap negara sah dalam demokrasi, namun harus disampaikan secara konstruktif, berbasis data, dan tidak mempolitisasi penderitaan korban bencana.
“Korban bencana itu bukan panggung popularitas. Ini soal nyawa, trauma, dan masa depan para penyintas. Jangan jadikan duka rakyat sebagai bahan konten,” tandasnya.
Ia pun mengajak seluruh elemen bangsa untuk menahan diri, menjaga etika dalam berkomunikasi di ruang publik, serta menjadikan penguatan solidaritas nasional sebagai pesan utama di tengah situasi darurat kemanusiaan.
“Saat luka masyarakat masih terbuka, yang mereka butuhkan adalah empati, kehadiran nyata, dan kerja bersama. Bukan perdebatan yang menguras energi dan memecah perhatian publik,” tutup Rifky.***

