Alami Deflasi, BI Bali Dorong Pasar Gotong Royong dan Digitalisasi Pemasaran

3 November 2020, 14:41 WIB

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho/dok.
Kabarnusa

Denpasar – Selama empat bulan berturut-turut sejak bulan Juli 2020
sampai dengan Oktober 2020 Provinsi Bali mengalami deflasi karena itu dengan
terjadinya penurunan harga Bank Indonesia terus mendukung pasar gotong royong
dan digitalisasi pemasaran.

Jika dihitung selama 10 bulan terakhir, Bali mengalami deflasi selama enam
kali. Pada Oktober 2020 Provinsi Bali mengalami deflasi sebesar 0,24% (mtm).
Hal ini berdasarkan pencatatan BPS di mana terjadi penurunan harga di dua
kota, yaitu Denpasar dan Singaraja.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho mengungkapkan,
secara tahunan, inflasi Bali tercatat sebesar 0,62% (yoy), jauh lebih rendah
dibandingkan dengan inflasi nasional sebesar 1,44% (yoy).

Pada periode ini, kata Trisno, penurunan harga paling signifikan tercatat pada
kelompok barang inflasi inti (core inflation) dan kelompok barang yang diatur
pemerintah (administered prices).

“Sementara itu, kelompok barang bergejolak (volatile food) mengalami kenaikan
harga,” Trisno menyebutkan. Kelompok barang core inflation pada bulan Oktober
mencatat deflasi sebesar 0,31% (mtm), turun dibandingkan dengan bulan
September yang tercatat inflasi sebesar 0,23% (mtm).

Penurunan tekanan inflasi ini terjadi terutama pada canang sari, emas
perhiasan, dan sprey. Penurunan harga canang sari merupakan salah satu bentuk
dari normalisasi harga pasca Hari Raya Galungan dan Kuningan pada September
2020.

Adapun penurunan harga emas disebabkan oleh turunnya harga emas dunia seiring
dengan menguatnya mata uang safe haven. Kemudian, penurunan harga sprey
sejalan dengan menurunnya harga barang rumah tangga durasi jangka panjang yang
disebabkan oleh penundaan pembelian oleh masyarakat.

Kelompok barang administered price mencatat deflasi lebih lanjut sebesar 0,30%
(mtm). Kecuali di bulan Mei, sepanjang periode Januari 2020 hingga Oktober
2020, kelompok AP ini selalu mengalami deflasi.

Penurunan harga di periode ini lebih disebabkan oleh turunnya tarif angkutan
udara dan tarif listrik.

Penurunan tarif angkutan udara dikarenakan adanya subsidi silang oleh
pemerintah, sehingga menurunkan harga tiket pesawat. Penurunan tarif listrik
juga terjadi di periode ini yang merupakan salah satu bentuk bantuan
pemerintah dalam rangka meringankan perekonomian yang terdampak COVID-19.

Kelompok barang volatile food mengalami inflasi sebesar 0,14% (mtm), meningkat
dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 1,43% (mtm).
Peningkatan harga terlihat untuk komoditas cabai merah, daging ayam ras,
minyak goreng, sawi putih, dan sawi hijau.

Adanya peningkatkan harga cabai merah disebabkan tidak optimalnya panen di
penghujung 2020, utamanya disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. Selain itu,
panen cabai merah di Provinsi Bali juga belum mencapai puncaknya, yang
diprakirakan terjadi pada Desember 2020.

Harga daging ayam ras naik sejalan dengan instruksi Kementerian Pertanian
untuk mengurangi pasokan daging ayam ras sebagai upaya menstabilkan harga di
tingkat peternak yang sudah sangat rendah.

Adapun peningkatan harga minyak goreng disebabkan oleh naiknya harga CPO. Bank
Indonesia memperkirakan inflasi pada November dan Desember 2020 akan tetap
rendah dan memperkirakan inflasi Bali 2020 akan berada di bawah target.

Dalam upaya membantu petani karena terjadi penurunan harga di tingkat
produsen, Bank Indonesia Provinsi Bali mendukung program Pasar Gotong Royong
yang diinisiasi Pemda Provinsi Bali.

Selain Pasar Gotong Royong, Bank Indonesia Provinsi Bali juga mendorong UMKM
(petani) memanfaatkan digitalisasi pemasaran yang sudah tersedia di Bali.
(rhm)

Berita Lainnya

Terkini