Buleleng – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Bali mengungkap hasil cek fakta yang dilakukan media belum mampu mengimbangi kecepatan penyebaran hoaks.
“Peredaran hasil cek fakta di media sosial dan platform percakapan yang digunakan oleh warga tidak cukup massif dan efektif untuk mengimbangi peredaran hoaks seputar isu politik dalam pemilu” ungkap Ketua AMSI Bali Dr. I Nengah Muliarta.
Nengah Muliarta menyampaikan itu di sela Sosialisasi Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota pada Pemilu Tahun 2024 oleh KPU Kabupaten Buleleng di Banyualit Spa ’n Resort, Desa Kalibukbuk – Lovina pada Senin 24 April 2023.
Disampaikan juga, selama ini masyarakat tingkat bawah masih mengalami kesulitan dalam membedakan informasi dan berita, begitu juga hasil cek fakta yang dilakukan media belum mampu mengimbangi kecepatan penyebaran hoaks.
Karenanya, AMSI Bali menyerukan kepada penyelenggara pemilu dan komponen masyarakat di Bali untuk mulai bersama-sama melakukan upaya mitigasi potensi penyebaran informasi bohong (hoaks) di masyarakat.
Mitigasi dimaksud yaitu upaya bersama melakukan pencegahan terhadap kemungkinan munculnya hoaks untuk menghindari terjadi kesemrawutan dalam pelaksanaan Pemilu serentak pada 2024 mendatang.
Hoaks atau informasi palsu dapat merusak proses demokrasi dalam pemilu. Oleh karena itu, AMSI Bali mengajak seluruh pihak untuk bekerja sama dalam memerangi hoaks dan menyebarkan informasi yang benar dan akurat
Akademisi Prodi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Warmadewa (Unwar) ini juga mengakui sangat sulit untuk meredam hoaks yang penyebarannya dapat trerjadi dalam waktu yang singkat.
Dibutuhkan kerja sama berbagai pihak untuk mengambil peran agar demokrasi berjalan dengan baik.
Dia menyatakan media siber memang memegang peran penting dalam mengedukasi masyarakat tentang bahaya hoaks dan bagaimana cara menghindarinya.
Permasalahannya belum semua media memiliki kemampuan untuk melakukan cek fakta terhadap informasi yang tersebar di masyarakat, sehingga perlu keterlibatan berbagai komponen.
“Jumlah individu dan media online yang memiliki kemampuan cek fakta masih cenderung sedikit dan terbatas jika dibandingkan potensi hoaks yang akan menyebar selama pemilu” ujar Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali periode 2014-2019.
Pihaknya mengajak KPU, Panwaslu, Partai Politik, LSM, dan seluruh stakholder terkait untuk bersama-sama memperkuat mitigasi hoaks pada Pemilu 2024, salah satunya melalui pelatihan bagi penyelenggara pemilu dan relawan untuk mempelajari cara membedakan informasi yang benar dan hoaks.
Setrategi lain menyebarluaskan informasi tentang sumber-sumber informasi yang dapat dipercaya, serta cara memeriksa kebenaran informasi
“harus diakui selama ini jaringan masyarakat sipil, organisasi masyarakat (ormas), organisasi keagamaan, lembaga pendidikan, dan stakeholder lain belum memiliki pola kolaborasi yang solid untuk berbagi cek fakta dan mempromosikan gerakan cek fakta dalam upaya meredam hoaks” paparnya.
Ia menegaskan perlu upaya memperkuat sinergi antara penyelenggara pemilu, media, dan masyarakat dalam memerangi hoaks.
Ia juga berharap dengan dukungan dan kerjasama dari seluruh pihak, hoaks pada pemilu 2024 dapat diminimalkan dan masyarakat dapat memilih secara cerdas dan bijaksana.
Muliarta menambahkan pentingnya adanya forum koordinasi antara penyelenggara pemilu, media, akademisi, dan masyarakat dalam penanggulangan hoaks pada Pemilu 2024.
Dalam forum koordinasi tersebut, semua pihak dapat berdiskusi dan merumuskan langkah-langkah konkrit untuk memerangi hoaks, sehingga mitigasi yang dilakukan dapat lebih terarah dan efektif.***