AMSI Desak Polisi Ungkap Pelaku Teror Doxing Terhadap Jurnalis Liputan6com

12 September 2020, 21:50 WIB

ilustrasi/net

Jakarta – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) mendesak kepolisian
Republik segera mengusut kasus teror doxing terhadap jurnalis Liputan6com,
Cakrayuni Nuralam.

Doxing adalah pelacakan dan pembongkaran identitas seseorang, lalu
menyebarkannya ke media sosial untuk tujuan negatif. Tindakan doxing bisa
dikategorikan sebagai bentuk intimidasi dan upaya menghalang-halangi jurnalis
menjalankan pekerjaannya.

Tindakan menghalang-halangi jurnalis dalam menjalankan profesinya bisa dijerat
dengan pasal 18 Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, yang memuat
ketentuan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi
kemerdekaan pers dapat dipidana dengan ancaman paling lama dua tahun penjara
atau denda paling banyak Rp 500 juta.

Cakrayuni mengalami doxing secara masif sejak 11 September 2020. Para pelaku
doxing mempublikasikan data pribadi korban seperti foto, alamat rumah, nomor
telepon, hingga identitas keluarga.

Para pelaku juga membuat narasi yang mengajak orang untuk melakukan tindak
kekerasan terhadap korban. Sejak saat itu, akun media sosial korban diserang
oleh berbagai macam komentar yang mengintimidasi. Rumah korban juga mulai
dipantau oleh beberapa orang yang tidak dikenal.

Teror ini bermula saat Cakrayuni menulis sebuah artikel di kanal Cek Fakta
Liputan6com terkait salah seorang politikus PDI Perjuangan.

Ketua Umum AMSI‭‬ Wenseslaus Manggut mengecam keras teror dan intimidasi
terhadap jurnalis melalui doxxing ini. Jika ada pihak yang berkeberatan dengan
isi artikel yang dibuat jurnalis, hendaknya menempuh mekanisme yang telah
diatur Undang-undang.

“Yakni melalui hak jawab atau mengadukan ke Dewan Pers,” ucap  Wens dalam
siaran pers Sabtu (12/9/2020). Untuk itu, AMSI menuntut polisi bergerak cepat
mengusut kasus ini. AMSI mendukung tindakan manajemen Liputan6com untuk
melaporkan peristiwa teror ini ke aparatur penegak hukum.

Ditegaskan Wens, AMSI juga meminta perusahaan pengelola platform media sosial
untuk meningkatkan pengawasannya atas konten berbahaya seperti teror dan
doxxing semacam ini.

Pelanggaran hukum semacam itu tak pantas diberi ruang di media sosial.
Pengelola perusahaan media sosial harus aktif menghapus posting-posting teror,
intimidatif, dan hasutan untuk berbuat kekerasan seperti itu. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini