Realisasi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Elpiji yang dialokasikan dalam APBN selalu melebihi pagu anggaran yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Kementerian Keuangan. Pada Tahun 2018, sebagaimana disampaikan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Anggaran Kementerian Keuangan, realisasinya sebelum tahun anggaran berakhir (September 2018) telah melampaui pagu APBN TA 2018 hingga 115,9%, atau telah melebihi rencana alokasi subsidi tersebut sebesar 15,9 persen.
Berdasarkan angka realisasi yang melebihi pagu alokasi subsidi itu, berarti rata-rata realisasi subsidi BBM per bulan adalah Rp6,03 Triliun. Jika angka ini konstan atau disiplin dialokasikan, maka total alokasi subsidi BBM dan Elpiji hanya mencapai Rp72,39 Triliun saja, lalu kenapa realisasi subsidi dan kompensasi energi (BBM dan Elpiji) diluar listrik pada TA 2021 mencapai Rp131,5 Triliun, apakah memang alokasi ini hanya untuk kelompok miskin atau kurang mampu?
Terdapat terminologi lain yang disampaikan oleh Menteri ESDM, maka dapat disimpulkan realisasi anggaran subsidi energi yang melebihi pagu itu juga digunakan untuk alokasi kompensasi. Tentu saja terminologi kompensasi energi ini jelas tidak dialokasikan kepada kelompok keluarga miskin atau kurang mampu.
Minyak Mentah Dunia Fluktuatif, Ekonom: Wajar Pertamina Naikkan Harga BBM
Atas perlakuan kompensasi itu, maka sejak TA 2017 dan tahun berikutnya realisasi subsidi dan kompensasi energi telah melewati angka Rp100 Triliun, yaitu TA. 2018 sejumlah Rp153,5 Triliun, 2019 Rp136,9 Triliun, 2020 Rp108,8 serta TA. 2021 mencapai Rp140,4.
Mengacu pada perhitungan Menteri ESDM, maka sejumlah Rp10,4 Triliun adalah kompensasi untuk listrik Badan Usaha Milik Negara PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN). Angka kompensasi listrik PLN ini jika berdasarkan pengajuan tambahan alokasi subsidi dan kompensasi energi bisa mencapai Rp25 Triliun lebih.
Oleh karena itu, publik mendesak kepada pemerintah dalam rangka alokasi subsidi yang tepat sasaran dan menyelamatkan keuangan negara dalam APBN TA. 2022, sebaiknya kompensasi energi yang faktanya untuk sektor industri besar dan rumah tangga mampu dihapuskan. Konsekuensi membengkaknya realisasi kompensasi dari alokasi kompensasi energi, baik itu BBM, Elpiji dan listrik juga akan merugikan posisi keuangan BUMN Energi, Pertamina dan PLN. ***