Jakarta – Kementerian Dalam Negeri bereaksi atas kabar yang menyebutkan kebijakan Bupati Tator Nicodemus Biringkanae mengangkat dirinya sebagai Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan yang bisa dikategorikan sebagai tindakan maladmimistrasi.
Melalui Kapuspen Kemendagri Bahtiar Baharuddin, dia minta agar Gubernur Sulawesi Selatan selaku wakil.pemerintah pusat di daerah, segera turun tangan melakukan pengecekan verifikasi informasi.
Selain itu, melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Kebijakan Bupati Tator yang telah mengangkat dirinya sebagai Plt Kadis Kesehatan.
Jika info yang beredar luas di masyarakat benar, maka kebijakan Bupati Tator itu diduga kuat bertentangan kaidah tata kelola pemerintahan daerah yang diatur dalam UU Pemda dan Tata Kelola Jabatan Aparatur Sipil Negara yang diatur dalam UU ASN.
Bahtiar menjelaskan, sejatinya jabatan Kadis Kesehatan (jabatan pimpinan tinggi madya setingkat eselon II.b). adalah jabatan ASN yang diatur dalam.UU Nomor 5 th 2014 ttg Aparatur Sipil Negara. sehingga hanya dapat diisi PNS baik sebagai pejabat.defenitif maupun sbg PLT atau PLH sssuai ketemtuan peraturan perundang-undangan.
KDH adalah Jabatan Politik tidak dapat menduduki.jabatan baik sebagai Penjabat sementara, PLT maupun PLH pada jabatan ASN (jabatan pimpin tinggi madya, jabatan pimpinan tinggi pratama, jabatan administrator, atau jabatan pengawas) atau yang biasa dikenal pejabat eselon I, pejabat eselon III, Pejabat eselon III dan pejabat eselon IV.
Seyogyanya, .Bupati Tana Toraja hati-hati membuat kebijakan di luar ketentuan peraturan perundang-undangan. “Karena tindakan tersebut dapat dikategorikan, sebagai mal administrasi,” tegas Bahtiar.
Tidak ada satu alasanpun, keadaan mendesak atau keadaan luar biasa yang memungkinkan yang bersangkutan ,elakukan diskresi di luar hukum untuk kasus Plt Kadis Kesehatan, sehingga terpaksa jabatan tersebut harus dijabat oleh dirinya yang juga adalah Kepala Daerah.
Masih tersedia.cukup banyak pejabat Pemda Kabupaten Tator yang dapat ditunjuk sbg PLT atau PLH. Sebagai bahan rujukan hukum, Pasal 234 ayat (2) UU Nomor 23 th 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa;
“Kepala Perangkat daerah kabupaten/kota diisi dari Pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan bertugas di wilayah daerah provinsi yang bersangkutan”.
Selain itu memperhatikan Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara K.26-30/V.20.3/99 tanggal 5 februari 2016 perihal kewenangan pelaksana harian dan pelaksana tugas dalam.aspek kepegawaia.
Dalam aturan itu menyebutkna, PNS atau pejabat menduduki jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrator, atau jabatan pengawas hanya dapat diperintahkan sebagai pelaksana harian atau pelaksana tugas dalam jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrator atau jabatan pengawas yang sama atau setingkat lebih dilingkungan kerjanya”.
Dengan demikian, secara hukum Pejabat defenitif, PLT.(pelaksana tugas) dan PLH hanya.hanya dapat diisi.oleh Pegawai Negeri Sipil.
“Solusinya, Bupati Tator dapat menugaskan salah satu pejabat eselon II atau pejabat eselon III di lingkungan pemkab untuk menjabat sebagai Pelaksana Tugas (PLT) atau sebagai Pelaksana.Harian.(PLH),” demikian Bahtiar.
Belum diperoleh konfirmasi dari Bupati Tator Nicodemus Biringkanae atas imbauan Kemendagri tersebut. (rhm)