![]() |
Penampilan penyair Ketut Syahruwardi Abbas /foto:istimewa |
BULELENG– Buku antologi puisi pertama berjudul Antara Kita diluncurkan penyair Ketut Syahruwardi Abbas yang berisi pergolakan batinnya dalam memotret kehidupan hubungan antara dirinya dengan lingkungan dan Tuhan.
Karya Abbas yang juga jurnalis itu diluncurkan di Rumah Belajar Komunitas Mahima, Singaraja, Sabtu (26/5) malam.
Berbagai komunitas seni dari Denpasar dan Singaraja turut meramaikan peluncuran yang diisi pembacaan puisi dan pementasan musikalisasi dari Heri Windi Anggara.
Puisi-puisi dalam buku itu kata Abbas, sebagaian besar penciptaannya diilhami hubungan-hubungan antar manusia atau interaksi manusia, baik ia lihat di desanya di Pegayaman, di tempat kerja, dan dalam pergaulannya di sejumlah tempat.
“Maka itulah judulnya bukunya “Antara Kita”, artinya cerita dan hal-hal apa pun yang terjadi antara kita sebagai manusian,” tuturnya,
Beberapa puisinya juga diciptakan ketika ia mengalami sakit dan dirawat di rumah sakit. Antara lain dalam puisi berjudul “Dari Bangsal RS”.
Kata Abbas, puisi itu diciptakan setelah dirinya berada di antara hidup dan mati di rumah sakit. Bayangkan, semua tubuh saya dikurung kabel lalu suara-suara dari alat medis yang terdengar begitu mengerikan.
“Besoknya ketika bangun, ternyata saya masih hidup. Saat itu saya menyatakan syukur yang amat besar pada Tuhan,” ucapnya.
Puisi lain yang sangat menyentuh adalah puisi yang ditulis kepada sahabatnya, Kadek Suardana, seorang tokoh teater Bali yang meninggal di Cina beberapa tahun lalu. Puisi itu berjudul “Kadek” yang kemudian ia baca dengan sangat mengharukan di Rumah Mahima.
Buku puisi “Antara Kita” berisi 72 puisi yang ditulisnya dari tahun 1993 hingga 2017.
Abbas yang lahir di Desa Pegayaman, Sukasada, Buleleng, mulai mengenal sastra sejak kanak-kanak ketika ia memenangkan lomba baca puisi di Lombok Barat, NTB. Beberapa kali memenangi lomba penulisan puisi di Bali maupun tingkat nasional.
Disinggung alasan baru sekarang menerbitkan buku setelah sekian lama menjadi penyair? Abbas mengatakan, dahulu ia tak pernah berpikir menerbitkan buku puisi apalagi di tengah kesibukannya menjadi wartawan di sejumlah media.
BBelakangan atas desakan banyak temannya, dia menerbitkan buku puisi pertamanya. “Apalagi buku adalah bagian dari sejarah kepenyairan kita,” sambungnya.
Pada peluncuran buku puisi di Komunitas Mahima dimeriahkan dengan pembacaan puisi dari Frans Jatmiko, Kadek Sonia Piscayanti, Made Adnyana Ole, Desi Nurani, Sumhardika, dan seniman-seniman dari berbagai komunitas di Denpasar, Jembrana, dan Singaraja.
Selain itu, pemusikalisasi puisi dari Kelompok Sekali Pentas, Heri Windi Anggara, menggubah puisi-puisi Syahruwardi Abbas untuk dipentaskan menjadi nyanyian. (*)