Yogyakarta– Wajah ikonik kawasan Malioboro kembali dibersihkan dari aktivitas ilegal. Pada Selasa (30/12/2025), Satpol PP Kota Yogyakarta menggelar operasi penertiban besar-besaran terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) yang nekat berjualan di zona terlarang.
Hasilnya, aroma asap sate yang kerap dikeluhkan wisatawan menjadi sorotan utama dalam razia kali ini.
Dari ujung Teteg hingga kawasan Senopati, petugas menyisir setiap sudut pedestrian. Sebanyak 24 PKL terjaring, di mana 14 di antaranya adalah pedagang sate yang kerap mangkal di persimpangan jalan atau “sirip-sirip” Malioboro.
Bukan tanpa alasan tindakan tegas ini diambil. Keluhan wisatawan atas polusi asap pembakaran sate dan tumpukan sampah yang ditinggalkan pedagang sudah mencapai titik jenuh.
Yang dikeluhkan pengunjung itu asapnya. Selain itu, mereka menimbulkan gangguan kebersihan. Bungkus dan bumbu dibuang sembarangan.
Bahkan ada sisa arang yang ditinggal begitu saja saat mereka kabur,” ungkap Yudho Bangun Pamungkas, Kepala Seksi Pengendalian Operasional Satpol PP Kota Yogyakarta, Rabu (31/12/2025).
Strategi “kucing-kucingan” masih menjadi tantangan utama. Para pedagang sengaja memilih titik strategis di Simpang Dagen, Suryamatjan, hingga Ngejaman agar bisa langsung melarikan diri saat melihat seragam petugas.
Dalam operasi tersebut, petugas tidak hanya memberikan teguran. Sebagai bentuk efek jera, sarana dagang seperti payung besar, kursi, hingga alat pemanggang sate disita dan dibawa ke Mako Satpol PP.
“Khusus untuk sate, alat manggangnya kita siram air lalu kita amankan. Banyak yang lari meninggalkan barangnya, namun jika ingin mengambil kembali, mereka wajib datang ke kantor untuk membuat surat pernyataan dan proses evaluasi,” tegas Yudho.
Menariknya, hasil pendataan menunjukkan mayoritas pedagang sate tersebut bukan merupakan warga Kota Yogyakarta, melainkan pendatang dari luar DIY.
Penertiban ini merujuk pada Perda Nomor 26 Tahun 2002 tentang Penataan PKL dan Perda Nomor 7 Tahun 2024 tentang Ketertiban Umum. Satpol PP menegaskan bahwa sanksi akan semakin berat bagi mereka yang berulang kali melanggar aturan.
Bagi barang-barang yang mudah busuk seperti bumbu, petugas langsung melakukan pemusnahkan, sementara aset yang lebih awet akan diserahkan ke bidang aset untuk dilelang atau dimusnahkan sesuai prosedur.
Langkah ini diharapkan mampu mengembalikan kenyamanan Malioboro sebagai ruang publik yang bersih, tertib, dan bebas dari polusi asap yang mengganggu pengalaman wisata di Jantung Kota Jogja.***

