Sleman -Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Sleman melontarkan peringatan keras terkait rendahnya kepatuhan sekolah terhadap standar nasional perpustakaan.
Dari total 123 SMP negeri dan swasta yang ada, ironisnya, hanya 31 sekolah yang telah melaksanakan akreditasi perpustakaan sejak tahun 2018.
Situasi ini dinilai mengancam kualitas layanan dan fasilitas literasi bagi pelajar.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Sleman, Shavitri Nurmala Dewi, menegaskan akreditasi bukanlah sekadar formalitas, melainkan upaya mutlak untuk memastikan perpustakaan sekolah memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh Perpustakaan Nasional.
“Kami ingin melalui teman-teman media, berita ini dapat menjadi pendorong bagi sekolah-sekolah di Kabupaten Sleman untuk segera melaksanakan akreditasi. Mutu layanan anak-anak kita adalah taruhannya,” ujar Shavitri dengan nada mendesak, Kamis (16/10/2025).
Ia menambahkan, akreditasi merupakan tolok ukur fundamental yang prosesnya dilakukan oleh asesor profesional bersertifikat.
Sekolah yang ingin mendapatkan status terakreditasi wajib memenuhi kriteria ketat sesuai standar nasional.
“Sangat disayangkan, sejak 2018 sampai sekarang, baru 31 sekolah dari 123 yang sudah lolos akreditasi. Tahun ini, kami mengapresiasi empat sekolah yang sedang berjuang, yakni MTsN 3 Sleman, MTsN 10 Sleman, SMP Al Azhar 26, dan SDN Teladan.
Sekolah lain harus segera menyusul!” pungkasnya, mendorong agar seluruh sekolah menyadari pentingnya peran perpustakaan yang terakreditasi dalam mencetak generasi literasi unggul.
Shavitri menambahkan, langkah empat sekolah tersebut diharapkan dapat menjadi contoh bagi sekolah-sekolah lain di Sleman agar lebih aktif melakukan akreditasi perpustakaan.
Selain itu, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sleman juga tengah melakukan pengalihmediaan dan digitalisasi naskah kuno yang dimiliki masyarakat.
Langkah ini bertujuan untuk menyelamatkan naskah-naskah bersejarah yang memiliki nilai pengetahuan tinggi namun sulit diakses generasi muda karena ditulis dalam huruf Jawa kuno atau Arab pegon.
“Ternyata di Sleman masih banyak masyarakat yang memiliki naskah kuno. Kami bekerja sama dengan ahli filologi dari Keraton Yogyakarta untuk melakukan alih bahasa, dan nantinya akan dilanjutkan dengan digitalisasi agar naskah tersebut bisa diselamatkan dan diakses secara digital,” ungkapnya.
Kendati demikian, ia kembali menegaskan, kegiatan tersebut merupakan bagian dari tugas Dinas Perpustakaan dan Kearsipan dalam melestarikan warisan budaya dan sejarah lokal.
“Penyelamatan naskah kuno ini penting karena menjadi bagian dari identitas dan budaya Sleman, serta Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada umumnya,” pungkas Shavitri. ***