Awas..Penyulingan Arak Tradisional Terkontaminasi Metanol

6 Mei 2014, 05:49 WIB

DENPASAR – Pemerintah perlu terus melakukan pengawasan yang ketat terhadap keberadaan usaha penyulingan arak tradisional di sejumlah daerah yang dapat terkontaminasi cairan metanol yang sangat membahayakan keselamatan manusia.

Berdasar pengamatan dilakukan Project Hope Indonesia di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Bali, masih banyak ditemukan kegiatan penyulingan arak secara tradisional, yang mengabaikan faktor kesehatan.

“Sewaktu melakukan pendampingan di Lombok Utara, Lombok Barat, banyak usaha tradisional yang memproduksi arak dengan cara ditanam di dalam tanah, sekira tiga sampai empat bulan diambil, itu sebenarnya sudah keluar metanolnya,” papar Deputy Country Director Project Hope Sapruddin M Perwira dalam seminar peran media massa untuk sosialisasi bahaya dan cara mencegah keracunan metanol di Hotel Aston Denpasar, Senin (5/5/14).

Demikian juga, di hampir semua industri arak tradisional, sekala rumah tangga, tidak dilengkapi alat ukur panas, sehingga mereka tidak mengetahui jika muncul metanol. Disebutkan, pada suhu sekira 70 sampai 80 derajat saja, arak itu telah bercampur dengan metanol yang kemudian dipasarkan. Jelas, hal itu, sangat membayakan keselamatan manusia jika diminum.

“Harusnya usaha-usaha semacam itu dilarang, pemerintah perlu lebih ketat mengawasi penyulingan tradisional karena kemungkinan tercampur metanol,” katanya menegaskan. Dari beberapa kasus yang menjadi korban metanol, akibat ketidaktahuan mereka dalam mengenali minuman yang telah terkontaminasi cairan berbahaya metanol.

Biasanya, korban adalah masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup sehingga tidak bisa menghindari minumannya tercampur cairan berbahaya. Faktor lainnya, perilaku suka minum-minuman beralkohol, termasuk minuman tradisional seperti arak dan lainnya di kalangan masyarakat tertentu juga masih sulit dihapuskan.

Kasus keracunan metanol yang sempat menghebohkan dunia pariwisata Indonesia adalah tewasnya Liam wisatawan asal Australia yang diduga keracunan metanol setelah minum arak tradisional di Gilitrawangan Lombok, NTB.

Kemudian ibunda Liam mendirikan Yayasan Hope ini, untuk menebar harapan jangan sampai ada lagi jatuh korban metanol, kata Sapruddin. Di pihak lain, dari penanganan korban arak metanol yang selama ini dilakukan Rumah Sakit Umum Sanglah Denpasar sebagaimana disampaikan salah satu dokter Wayan Sudhana, kebanyakan terlambat dibawa ke rumah sakit.

Diakuinya, belum banyak yang memahami mengenali metanol atau CH3OH, yang sangat membahayakan jika terkontaminasi dengan minuman. Secara sederhana, untuk mengenal metanol bisa dilihat dari zatnya yang mudah terbakar, tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas dan beracun.

“Metanol ini diperoleh dari proses distilasi destruktif kayu dengan titik didih 64 derajat celsicus, paling banyak ditemukan untuk penambah bensin, bahan pemanas ruangan, pelarut industri hingga bahan baku untuk bakteri yang memproduksi protein,” paparnya.

Kasus keracunan metanol mencuat di Indonesia tahun 2001 di Bali dan Lombok yang korban meninggal mencapai 45 orang dan 13 orang buta permanen dan kecacatan. “Bali sebagai daerah tujuan pariwisata penting segera mengenaloi tanda-tanda keracunan metanol agar bisa dilakukan penangana yang cepat,” katanya.

Sejauh ini, belum ada data rata-rata jumlah korban arak metanol setiap bulannya. Yang pasti, cukup banyak kasus yang ditangani rumah sakit seperti terakhir satu korban tewas arak oplosan di Denpasar, karena terlambat penanganan.

“Satu korban metanol pun, bisa dikatakan keadaan luar biasa, sehingga perlu perhatian semua pihak melaukan tindakan agar tidak jatuh korban lagi,” imbuhnya. (rma)

Berita Lainnya

Terkini