Badung Model Pencegahan Korupsi Berbasis Keluarga.

9 Desember 2014, 17:45 WIB
“Pemberian sebagai wujud partisipasi dalam sebuah upacara ini
sesungguhnya dimaknai pula sebagai perekat tali silahturahmi dan
memperkuat budaya Gotong Royong,” tandas Bupati Gde Agung

KabarNusa.com – Kabupaten Badung dipilih oleh Komisi Pemberantasan KOrupsi (KPK) sebagai daerah percontohan pencegahan korupsi berbasis keluarga di Indonesia.

Peringatan Hari Anti Korupsi (HAKI) sedunia dipusatkan di Gedung Graha Sabha Pramana Universitas Gajah Mada Yogyakarta yang diisi Festival Anti Korupsi yang dibuka langsung Presiden RI Joko Widodo, Selasa (9/12/2014) 

Kegiatan berlangsung mulai hari ini hingga jumat 12 Desember, KPK menggelar Festival Anti Korupsi.

Dalam kegiatan yang merupakan rangkaian peringatan Hari Anti Korupsi (HAKI) Pemkab Badung memenuhi undangan KPK mengikuti , kegiatan Festival Anti Korupsi, Pameran Integritas (Integrity Expo),seminar Unit pengendali Gratifikasi (UPG).

Bupati Badung Anak Agung Gde Agung menjadi pembicar Talk Show  Upeti, hadiah dan Gratifikasi ditinjau dari perspektif  budaya.

Pada  acara Talk Show yang dipandu Ninda Nindiani, Gde Agung didaulat sebagai Narasumber bersama Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas dan Budayawan Daerah istimewa Yogyakarta Kang Sobary,

Busyro mengungkapkan, dari 439 tersangka kasus korupsi selama ini , sebagaian  besar tergelincir terkait dengan Gratifikasi.

Dari aspek hukum, pemberinya ada hubungan kepentingan dengan yang diberi terlebih pejabat negara atau PNS maka dalam waktu 30 hari dari pemberian tersebut harus sudah dilaporkan kepada KPK agar tidak terjadi permasalahan hukum. 

Dia juga memberikan apresiasi atas komitmen Bupati Gde Agung untuk  tegakkan Integritas sebagai benteng pencegahan korupsi.

“Untuk pencegahan Tindak pidana korupsi Gratifikasi KPK akan mencegah korupsi dengan berbasis keluarga, dan akan menjadikan Kabupaten Badung sebagai pilot Proyek pencegahan Korupsi berbasis keluarga,” tandasnya.

Bupati Gde Agung, mengatakan, hadiah ditinjau dari perspektif Budaya tidak semuanya berkonotasi negatif sebagai Gratifikasi.

Menurutnya dalam struktur sosial  masyarakat Bali bahwa sesuai dengan kultur masyarakat yang memiliki budaya terimakasih dan rasa syukur itu merupakan kearifan lokal yang adiluhung untuk  menjaga hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesama.

Pemberian dalam konteks budaya ini terjadi karena terdapat ikatan Bathin yang sangat dekat. demikian pula dengan jaman kerajaan dan hingga saat ini masih berlaku.

Masyarakat dengan kedekatan emosional ingin turut berpartisipasi sebagai bagian dari prosesi yadnya atau upacara.

pemberian atau persembahan bagi masyarakat Bali  termasuk di Badung dalam berbagai kegiatan upacara Yadnya  dilandasi ketulusan dan keikhlasan yang  dimaknai sebagai  persembahan.

Jadi, sama sekali tidak meminta imbalan dan tidak ada konflik kepentingan jika dikaitkan dengan jabatan dan pemberian tersebut sepenuhnya dimanfaatkan untuk upacara .

“Pemberian sebagai wujud partisipasi dalam sebuah upacara ini sesungguhnya dimaknai pula sebagai perekat tali silahturahmi dan memperkuat budaya gotong royong,” tandasnya.

Karenanya, kearifan lokal yang ada  agar tetap dipertahankan dan jangan diintervensi oleh aturan yang akhirnya akan mengakibatkan nilai adiluhung ini menjadi sirna. (gek)

Berita Lainnya

Terkini