DENPASAR – Masalah keselamatan transportasi di perairan Indonesia khususnya wilayah kerja Kantor SAR Denpasar menjadi pembahasan penting antara Badan Kerjasama Internasional Jepang atau JICA (Japan Internasional Cooperation Agency) dan Basarnas Kantor SAR Denpasar bersama pihak Direktorat Jendral Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan.
Rombongan JICA menyambangi Kantor SAR Denpasar Republik Indonesia, Kamis (2/2/17). Pertemuan juga menitik beratkan pada pembangunan system komunikasi dalam pelayanan pemerintah bidang pelayaran mencakup berbagai skala.
Pihak JICA melakukan wawancara menggali informasi tentang fasilitas-fasilitas serta kekuatan personil/ rescuer yang dimiliki Kantor SAR Denpasar. Sebelumnya tim ini telah mengunjungi KSOP dan Kantor SAR di Balikpapan, Kalimantan.
Diketahui, sebagai lembaga yang didirikan Pemerintahan Jepang pada Agustus 1974, JICA berada di bawah kekuasaan Departemen Luar Negeri. Sejak 1 Oktober 2003 lembaga ini dijadikan sebuah institusi administrasi yang mandiri.
JICA memiliki tujuan membantu pembangunan negara-negara berkembang melalui kerja sama internasional dengan negara-negara lainnya.
Bantuan tersebut biasanya berupa bantuan teknis dan dana yang tidak mengikat, seperti halnya pengembangan sumber daya manusia, penguatan organisasi, kebijakan pembangunan, hingga sampai dengan melakukan penelitian sebagai rencana dasar (master plan).
Lewat diskusi singkat itu, pihak JICA mengharapkan masukan tentang kendala-kendala selama Kantor SAR Denpasar menangani kejadian kecelakaan di laut.
JICA membuka peluang untuk melakukan kerja sama, baik berupa bantuan pelatihan ataupun hal lainnya yang dapat membantu mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi dalam menangani problematika maritime traffic safety system, dalam hal ini mereka merangkul Coast Guard Jepang.
Ada perbedaan yang mencolok antara tim rescue di Jepang dan Indonesia. Pengklasifikasian musibah yang terjadi di perairan dan di darat dipegang oleh kelembagaan pemerintah yang berbeda. Dengan demikian masing-masing memiliki kekhususan kemampuan search and rescue.
Tentunya hal ini tidak ditemui di Indonesia, seorang rescuer harus dapat menguasai berbagai tehknik penyelamatan di segala medan. Kepala Kantor SAR, Didi Hamzar, S.Sos., M.M. juga mengungkapkan hal serupa.
“Rescuer BASARNAS disiapkan untuk mampu bertugas di darat, laut dan udara (three media), tugas SAR pada kecelakaan kapal, kecelakaan penerbangan, SAR pada bencana, kecelakaan, ataupun kondisi membahayakan jiwa manusia harus tertangani”, ungkap Didi.
Basarnas berdasarkan Undang-Undang no 29 Tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan, Basarnas diberikan tanggung jawab dan kewenangan secara proporsional dapat mengerahkan kekuatan seluruh stakeholder agar membantu operasi SAR.
“Untuk penanganan kecelakaan di perairan, Kantor SAR Denpasar selalu berkoordinasi dengan KSOP Pelabuhan Benoa”, imbuh pejabat yang dekat dengan kalangan media ini. Usai berdiskusi, Didi beserta pejabat terkait mengajak tim JICA meninjau
peralatan SAR dan kendaraan Rescue Truck. Mereka begitu detail
memperhatikan beberapa peralatan, khususnya peralatan selam.
Sempat juga ditanyakan tentang kemampuan tim rescue dalam melakukan penyelamatan di bawah air, apakah ada pelatihan khusus untuk mendukung pengembangan dari awal pemula sampai pada tingkat mahir. Kemudian, mereka menuju ruang komunikasi center dan mencari tahu bagaimana system pelaporan jika terjadi kejadian yang membahayakan jiwa manusia.
Dalam kunjungan yang berlangsung singkat ini, JICA sangat berterimakasih dengan sikap kooperatif dari Basarnas Kantor SAR Denpasar dalam memberikan informasi serta beberapa masukan.
Dengan adanya data-data yang mereka peroleh dari Basarnas maupun Kementerian Perhubungan mereka dapat mengambil langkah selanjutnya untuk menyusun master plan dalam pengembangan system komunikasi di bidang pelayaran. (rhm)