Anggota Komisi IX Rieke Dyah Pitaloka (foto:KabarNusa) |
KabarNusa.com,
Denpasar – Anggota Komisi IX DPR RI Rieke Dyah Pitaloka melontarkan
interupsi saat Gubernur Bali Made Mangku Pastika tengah menyampaikan
kondisi ketenagakerjaan dan program Jaminan Kesehatan Bali Mandara
(JKBM).
Dalam rapat kunjungan kerja DPR ke Kantor Gubernur Bali
yang dipimpin Ketua Komisi IX Ribka Tjiptaning, awalnya Rieke
mempertanyakan ketegasan gubernur dalam menyikapi ksus PHK sepihak
terhadap pegawai outsourching bernama Petrus oleh PT PLN Bali.
“Petrus
ini telah bekerja 20 tahun, namun mendapat upah di bawah upah minimum
provinsi, sekarang kena PHK,” sebut Rieke di Kantor Gubernur Bali, Senin
(10/3/2014).
Disaat proses PHK itu, di mana Petrus melakukan
perlawanan atau terjadi perselisihan, ternyata tidak mendapatkan hak-hak
normatifnya seperti gaji.
Padahal, sesuai UU No 13 Tahun 2003,
selama dalam proses perselisihan karyawan hak-hak normatifnya harus
dibayarkan oleh perusahaan.
“Apakah karena, dia pimpinan serikat pekerja sehingga hak mormatifnya dihentikan,” tanya politisi PDI Perjuangan itu.
Gubernur Pastika lantas meminta Kadisnaker Provinsi Bali IGA Sudarsana menjelaskan masalahnya.
Rupanya,
jawaban pejabat Disnaker itu tekesan lempar tanggungjawab dengan dalih
prosedural, menyerahkan masalahnya ke Disnaker Denpasar tidak langsung
ke provinsi sesuai kewenangannya.
Pastikapun menegaskan, bahwa
pemerintah tetap memperhatikan nasib pekerja dan jika ada perselisihan
hendaknya diselesaikan sesuai mekanisme dan prosedur.
Jawaban
normatif itu, membuat Rieka tidak puas apalagi Pastika mengalihkan
pembicaraan ke dunia kerja dan kaitan JKBM dan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
“Interupsi Pak Gubernur,” teriak Rieke lantang
yang membuat terkejut hadirin dalam pertemuan yang dihadiri anggota
Komisi IX dan pejabat SKPD.
Rieke ingin meluruskan pernyataan
pejabat Dissnaker Provinsi yang terkesan menyalahkan laporan karyawan
yang di PHK dengan tidak mematuhi mekanisme dan prosedur.
“Orang lapor tidak bisa dengan jawaban begitu, fungsi Disnaker Provinsi harusnya memfasilitasi,” tandasnya.
Belum
lagi, dia menyoroti masalah upah di bawah UMP, yang menurutnya masalah
serius di mana pemerintah daerah tidak bisa cuci tangan karena punya
regulasi dan kewenangan.
Apalagi, karyawan digaji di bawah UMP bekerja di BUMN, mereka yang bekerja di swasta saja perusahaan bisa dipidanakan.
Masalah
yang menimpa Petrus jangan dianggap sepele. Justru dengan komitmen
gubernur dan Pemerintah Provinsi bisa menjadi contoh yang baik bagi
daerah lain telah mematuhi hak-hak normatif buruh atau karyawan. (gek)