Kabarnusa.com, Nusa Dua – Para peneliti dari sembilan negara membahas peningkatan kebutuhan pangan yang meningkat cukup tajam yang mengancam ketahanan pangan dunia.
Dalam simposium “Internasional The 5th ASIAHORCs (Head of Research Councils in Asia),” di Bali, para peneliti berbagai negara di Asia membahas berbagai solusi untuk menciptakan Iptek yang berkontribusi bagi pangan.
“Simposium kali ini memfokuskan pada peningkatan produksi pangan,” kata Kepala Biro Kerja sama dan Pemasyarakatan Iptek (BKPI) LIPI saat konferensi pers di Hotel Santika, Nusa Dua, Bali, Rabu (27/11/2013).
Diketahui, di penduduk Asia diperkirakan meningkat 3,6 hingga 4,5 miliar dari tahun 2010 hingga 2050.
Pertumbuhan penduduk ini tentu mengakibatkan permintaan yang tinggi terhadap kebutuhan pangan, demikian halnya kualitasnya harus lebih meningkat.
Untuk itu, permasalahan pangan akan dibahas peneliti dunia dengan agenda lima bidang antara lain bioresources untuk pangan, functional food, teknologi bioprocessing untuk pangan, rekayasa pangan, dan kebijakan Iptek bidang pangan yang menjembatani antara kepentingan politik dan investasi.
Menurut Ketua Himpunan Kerukukan Tani Indonesia Siswono Yudhohusodo yang menjadi pembicara dalam simposium yang dihadiri ratusan peneliti itu, Indonesia masih mengalami problem kemiskinan.
Ada sekira 17 persen masyarakat termiskin di Tanah Air, tidak bisa mendapatkan pangan yang layak.
Problem lainnya, Ketergantugan Indonesia terhadap pangan impor masih sangat tinggi. Sebut saja kedelasi yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat sekira 75 persen didatangkan dari luar.
Untuk itu, seiring peningkatan kebutuhan pangan di dunia, para peneliti terus berusaha melakukan ujicoba, terhadap beberapa komoditas makanan utama sehingga bisa membantu peningkatan produksi pangan.
Dia mencontohkan, kebutuhan pangan akan protein dalam negeri masih kalah dibandingkan dengan Jepang.
“Konsumsi ikan kita masih rendah, sekira 26 kilogram pertahun, masih kalah jauh dengan Jepang yang mencapai 60 kilogram pertahunnya,” imbuh mantan Menteri Transmigrasi itu.
Di pihak lain, berbagai hasil penelitian yang dihasilkan para peneliti untuk meningkatkan produksi pertanian dan tanaman pangan lainnya, belum banyak diserap atau diimplementasikan di lapangan.
Daerah atau kalangan swasta masih terkendala birokrasi untuk mengakses atau mengimplementasikan hasil penelitian.
Diharapkan, daerah-daerah yang memang memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan pangan, harus lebih aktif lagi mendorong penyediaan lahan-lahan untuk berbagai penelitian.
Simposium digelar 26-28 November 2013 dihadiri ilmuwan, akademisi, praktisi dan pengambil kebijakan dari negara-negara anggota ASIAHORCs, yakni China, India, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. (rma)