Denpasar – Gubernur Bali, Wayan Koster, telah mengambil langkah proaktif dalam menjaga keamanan dan ketertiban Pulau Bali melalui penerbitan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat dan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 20 Tahun 2020.
Regulasi ini bertujuan untuk melindungi, menjaga, dan mengembangkan kelembagaan desa adat serta kearifan lokal Bali, yang menjadi benteng pertahanan terhadap potensi gangguan dari organisasi masyarakat (ormas) berkedok pengamanan.
Langkah ini dipandang sebagai tindakan preventif yang tepat waktu, mengingat kekhawatiran masyarakat Bali terhadap masuknya ormas-ormas yang ditengarai memiliki agenda tersembunyi.
Jro Mangku Wisna (JMW), Klian Desa Adat Kesiman Denpasar, menegaskan Gubernur Koster telah “mengunci gerbang Pulau Dewata” dengan regulasi yang jelas dan tegas, mengajak seluruh aparat desa adat untuk bersatu menjaga Bali.
Peran pecalang, sebagai ujung tombak pengamanan berbasis desa adat, diperkuat dalam regulasi ini.
Pecalang memiliki keunggulan dalam kedekatan sosial dan kewibawaan budaya yang tidak dimiliki oleh ormas manapun. Sistem keamanan yang solid ini diperkuat dengan Sipandu Beradat, yang memungkinkan pengawasan dan dialog tanpa kekerasan.
JMW menyoroti pola-pola mencurigakan yang seringkali dibawa oleh ormas-ormas yang tiba-tiba muncul di pasar, proyek, atau kawasan adat. Tindakan pemerasan dan premanisme, yang bertentangan dengan nilai-nilai harmoni dan rasa aman masyarakat Bali, tidak akan ditoleransi.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali memberikan hak konstitusional bagi pemerintah daerah untuk menjaga keotentikan adat dan budayanya.
Hal ini menjadi landasan hukum yang kuat bagi penolakan terhadap segala bentuk organisasi yang bertentangan dengan spirit kearifan lokal Bali.
Dengan demikian, Bali menegaskan identitasnya sebagai daerah dengan aturan dan cara tersendiri dalam menjaga keamanan, tanpa kekerasan, pungli, atau intimidasi. ***