Bali Catat Deflasi Tipis di September 2025, Inflasi Tahunan Lebih Rendah dari Nasional

Provinsi Bali mencatat deflasi bulanan mtm -0,01% pada September 2025 relatif stabil setelah bulan sebelumnya deflasi lebih dalam -0,39%

2 Oktober 2025, 07:29 WIB

Denpasar – Provinsi Bali mencatatkan deflasi bulanan (month-to-month/mtm) sebesar -0,01% pada September 2025. Angka ini relatif stabil setelah bulan sebelumnya juga mengalami deflasi yang lebih dalam, yakni -0,39% (mtm).

Berdasarkan rilis resmi Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali pada 1 Oktober 2025, inflasi tahunan (year-on-year/yoy) di Bali terus melambat, turun menjadi 2,51% (yoy) dari 2,65% (yoy) pada Agustus 2025.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Erwin Soeriadimadja mengungkapkan, pencapaian ini menempatkan tingkat inflasi tahunan Bali lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang tercatat sebesar 2,65% (yoy) pada periode yang sama.

Penurunan harga di Bali pada September 2025 terutama didorong deflasi pada Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau.

“Hal ini seiring dengan peningkatan pasokan komoditas pangan berkat musim panen,” imbuh Erwin Soeriadimadja dalam keterangan tertulis 2 Oktober 2025.

Komoditas utama penyumbang deflasi bulanan antara lain bawang merah, tomat, angkutan udara, daging babi, dan bawang putih. Namun, deflasi yang lebih dalam tertahan oleh kenaikan harga komoditas lain seperti daging ayam ras, canang sari, jeruk, beras, dan rampela hati ayam.

Secara spasial, tiga kabupaten/kota di Bali mengalami deflasi bulanan:

Badung mencatat deflasi terdalam sebesar -0,50% (mtm).

Tabanan deflasi sebesar -0,45% (mtm).

Singaraja deflasi sebesar -0,06% (mtm).

Sementara itu, Kota Denpasar justru mengalami inflasi bulanan sebesar 0,41% (mtm).

Proyeksi dan Strategi Pengendalian Inflasi

Ke depan, Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali menyoroti beberapa risiko yang dapat memicu tekanan inflasi. Risiko tersebut meliputi tingginya permintaan barang/jasa akibat peak season kunjungan wisatawan mancanegara, kenaikan harga emas dunia, serta potensi imported inflation dari kenaikan harga acuan minyak sawit mentah.

Selain itu, kenaikan harga jagung pipilan sebagai pakan ternak dan ketidakpastian cuaca yang mengancam panen hortikultura juga menjadi perhatian.

Dalam menghadapi potensi gejolak harga, BI Provinsi Bali bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) berkomitmen memperkuat sinergi melalui strategi 4K: Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi yang Efektif.

Upaya ini akan diperkuat dengan perluasan implementasi Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), termasuk operasi pasar, kerja sama antar daerah, dan peningkatan efisiensi rantai pasok.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja, menyatakan optimisme bahwa melalui langkah-langkah strategis ini, inflasi Bali pada tahun 2025 akan tetap terjaga dalam rentang sasaran nasional sebesar 2,5% ±1%. ***

Berita Lainnya

Terkini