Jakarta – Ketua Kompartemen Kelembagaan Persaudaraan Tani-Nelayan Indonesia (Petani), Tunjung Budi, melontarkan kritik tajam terkait kebijakan izin penambangan dan ekspor pasir laut yang diusulkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Menurutnya, kebijakan ini patut diduga karena andil banyaknya perwira tinggi Polri dijajaran strategis kementerian KKP.
“Kita melihat adanya indikasi pengaruh dari para jenderal Polri yang menempati jabatan penting di KKP. Kita harus bertanya-tanya, apakah kebijakan ini benar-benar untuk kepentingan rakyat, atau ada kepentingan lain yang bermain kan jelas sudah 20 tahun moratorium ini kok bisa dibuka lagi?” ujar Tunjung Budi dalam pernyataannya pada Rabu (17/9).
Menurutnya, kehadiran sejumlah perwira tinggi Polri dalam struktur KKP terindikasi mempengaruhi arah kebijakan kementerian KKP. Hal ini dapat memunculkan potensi konflik kepentingan, terutama jika berbagai kebijakan tersebut lebih menguntungkan kepentingan bisnis daripada kepentingan rakyat.
“Kami khawatir, kebijakan ini bukanlah untuk kesejahteraan rakyat dan penyehatan ekosistem lautan, melainkan lebih kepada kepentingan elite yang memiliki akses kuat terhadap kekuasaan,” pungkasnya.
Mantan Presiden Mahasiswa Universitas Negeri Padang ini memandang kebijakan penambangan pasir laut sangat berisiko bagi kelestarian lingkungan dan akan berdampak langsung pada mata pencaharian masyarakat pesisir.
“Kebijakan ini seakan mengabaikan keberlanjutan ekosistem laut kita. Para nelayan dan petani pesisir akan menjadi korban utama dari eksploitasi ini. Kami sangat prihatin,” ujarnya.
Budi menegaskan bahwa penambangan pasir laut dapat menyebabkan kerusakan ekosistem yang signifikan, seperti erosi pantai, hancurnya habitat biota laut, dan kerusakan terumbu karang.
“Nelayan kita akan kehilangan area tangkapan mereka, sementara masyarakat pesisir juga akan menghadapi abrasi yang bisa menghancurkan lahan tambaknya,” lanjutnya.
Budi meminta pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan ini dan lebih memprioritaskan keberlanjutan lingkungan serta kesejahteraan masyarakat pesisir.
“Kami mendesak Presiden Jokowi untuk menangguhkan kebijakan ini dan jika perlu dikaji ulang kebijakannya, tolong pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat yang akan terdampak langsung yakni para nelayan,” tutup Budi.***