![]() |
Ketua Bali Corruption Watch (BCW) Putu Wirata Dwikora |
Kabarnusa.com –
Meski telah menunjukkan kinerja positif dalam penanganan kasus-kasus
korupsi namun dalam penanganan kasus tertentu Kejaksaan Tinggi Bali dan
jajarannya masih sulit menghapus kesan adanya tebang pilih.
Dalam
catatan kritis LSM anti korupsi BCW (Bali Corruption Watch), nuansa
”tebang pilih” dalam penanganan kasus tertentu itu melibatkan
figur-figur yang diduga punya kekuatan dan jaringan politik masih
terasa.
Ketua BCW, Putu Wirata Dwikora menegaskan, prestasi patut
diapresiasi sebagai progres yang cukup signifikan seperti korupsi
mantan Bupati Klungkung, Wayan Candra dan belasan tersangka dalam kasus
pengadaan tanah pembangunan dermaga Gunaksa.
Juga, kasus korupsi
upah pungut bekas Bupati Buleleng Putu Bagiada yang telah dihukum
penjara oleh Pengadilan Tipikor, kasus korupsi parkir di bandara Ngurah
Rai yang telah menyeret sejumlah tersangka dan dijatuhi hukuman pidana
yang cukup berat seperti terpidana Chris Wisnu Sridana,
Ditinjau
kuantitas maupun kualitas kasus yang berhasil diungkap dan Kejaksaan
berani mengungkapnya, merupakan peringatan bagi siapapun yang berpotensi
untuk melakukan tindak pidana korupsi.
“Tidak ada yang
bisa kebal hukum di republik ini, termasuk di Bali,” tandas Wirata dalam
siaran persnya diterima Kabarnusa, Sabtu (25/7/2015).
Imbuh
Putu Wirata, sudah 19 Gubernur dan bekas Gubernur dan 325 bupati dan
walikota se-Indonesia terseret kasus korupsi dalam beberapa tahun
belakangan, yang diantaranya merupakan kontribusi jajaran Kejaksaan,
selain Kepolisian dan KPK.
Di Bali, sejumlah bekas bupati sudah
dijatuhi hukuman karena terbukti korupsi, dan penegakan hukum yang
menyeret para petinggi daerah itu merupakan hasil reformasi.
Setelah
lima belas tahun lebih berpartisipasi dan mengamati progres penegakan
hukum khususnya penanganan kasus-kasus korupsi di Indonesia.
salah
satu hambatan besar dari pengungkapan kasus-kasus korupsi yang tetap
semarak di Indonesia adalah, belum solidnya para politisi yang berada di
partai politik untuk melakukan pembenahan negeri ini melalui
pemberantasan dan pencegahan korupsi.
Walau memberikan apresiasi
atas progres penanganan kasus-kasus korupsi di Bali, BCW masih mencatat
adanya nuansa ”tebang pilih” karena kasus-kasus yang melibatkan oknum
pejabat yang punya latar belakang serta jaringan politik yang kuat,
ada kecenderungan untuk macet dan berlarut-larut.
Yang juga
jadi sorotan BCW adalah, dugaan sejumlah kasus korupsi di Kabupaten
Badung yang menyisakan segudang tanda tanya besar di masyarakat.
Misalnya,
tindak lanjut pengusutan dana Tirtayatra yang dananya dikucurkan Pemkab
ke organisasi ilegal yang mengaku-ngaku sebagai PHDI Kabupaten Badung.
Pengusutan
pengadaan gedung di kompleks Pemkab Badung dimana satu unit gedung
tidak terbangun sementara anggarannya sudah sesuai dengan perencanaan,
dan dugaan kasus gratifikasi yang melibatkan pejabat penting di daerah.
Kalau
melihat progres yang ada, masyarakat tidak boleh berkecil hati. Kami
tidak berkecil hati, walaupun tidaklah puas terhadap capaian kerja
penegak hukum di jajaran Kejaksaan di era reformasi sampai saat ini.
BCW
seperti halnya masyarakat umum sangat tidak puas terhadap lambannya
progres pencegahan dan penindakan korupsi, dan yang merasakan dampak
dari kelambatan ini adalah masyarakat.
“Suasana koruptif
yang berdampak terhadap masarakat dirasakan ada di sektor pendidikan,
sektor perijinan, dan berbagai pelayanan publik lainnya,” imbuh mantan
jurnalis itu. (rhm)