Bentrokan Sesama Aparat Kepolisian di Tual Maluku

30 Juli 2024, 15:28 WIB

Jakarta – Insiden bentrokan antara aparat kepolisian dari unsur Brimob BKO Resimen Pas 3 Pelopor terhadap personel Lantas Polres Tual yang melaksanakan Kegiatan Rutin Yang Ditingkatkan (KRYD) di Pos SS, Polres Tual, menunjukkan kurangnya profesionalisme aparat kepolisian.

“Kejadian ini tentu saja sangat memprihatinkan dan memalukan. Sebagai institusi yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban, tindakan penganiayaan sesama aparat Kepolisian menunjukkan adanya pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip profesionalisme dan etika kerja”, kata Direktur Eksekutif Human Studies Institute (HSI), Rasminto.

Ia menuturkan, bahwa solidaritas di antara personel Polri seharusnya menjadi hal yang utama.

“Namun dalam kasus ini, korsa atau semangat kebersamaan yang seharusnya dijunjung tinggi justru disalahgunakan”, tandasnya.

Rasminto mengutuk keras tindakan brutal yang ditunjukan oleh sesama aparat Kepolisian di Tual Maluku dengan mendesak pihak pimpinan Polri untuk mengambil Tindakan tegas.

“Pimpinan Polri harus segera ambil tindakan tegas untuk melakukan investigasi menyeluruh untuk mengungkap pelaku dan motif di balik insiden ini. Tindakan disipliner yang tegas akan diambil terhadap mereka yang terbukti bersalah,” ujarnya.

Pakar Geografi Manusia Universitas Islam 45 (UNISMA) ini juga menyampaikan keprihatinannya atas peristiwa bentrok antar aparat kepolisian di Kabupaten Tual Maluku ini.

“Kejadian ini sangat memprihatinkan dan mencerminkan masalah mendasar dalam kultur organisasi kepolisian kita. Insiden seperti ini menunjukkan bahwa reformasi kelembagaan untuk menciptakan kepolisian yang lebih humanis belum sepenuhnya terwujud,” tandasnya.

Baginya, Bentrok antar aparat kepolisian memiliki dampak serius yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.

“Ketika aparat yang seharusnya menjaga keamanan justru terlibat dalam konflik internal, masyarakat mungkin merasa khawatir dan tidak aman”, jelasnya.

Selain menyebabkan cedera fisik dan kerusakan properti, bentrok ini juga bisa memperparah ketegangan sosial yang ada.

“Berdampak juga pada ketidakpercayaan publik yang dapat mengakibatkan penurunan trust antara masyarakat dan kepolisian, yang pada akhirnya menghambat efektivitas penegakan hukum dan pelayanan publik”, bebernya.

Ia melanjutkan, bentrok antar aparat kepolisian juga berdampak negatif pada moral dan disiplin anggota kepolisian itu sendiri.

“Konflik internal dapat mengganggu semangat kerja dan menurunkan kinerja, yang berpotensi memperburuk situasi keamanan daerah”, tegasnya.

Ia juga mengungkapkan, insiden bentrok sesama aparat ini sering kali dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk tujuan politik.

“Kejadian bentrok sesama aparat dapat memperkeruh suasana kondusifitas dan menimbulkan ketidakstabilan politik lokal, apalagi saat ini menjelang Pilkada serentak 2024”, bebernya.

Ia menambahkan, kejadian ini menegaskan pentingnya pembenahan sistem rekrutmen dan pengawasan dalam institusi kepolisian.

“Profesionalisme dan etika kerja harus menjadi fokus utama dalam setiap rekrutem dan pelatihan. Tanpa itu, kita akan terus menghadapi masalah-masalah seperti ini yang merusak citra dan kepercayaan masyarakat terhadap aparat kepolisian”, katanya.

Ia berharap, kejadian serupa tidak akan terulang dan mendesak pihak kepolisian untuk memperkuat sistem rekrutmen dan pengawasan terhadap personel.

“Dalam situasi yang semakin kompleks dan penuh tantangan, profesionalisme dan solidaritas antar personel keamanan sangatlah penting, namun solidaritas yang terbangun jangan disalahgunakan untuk kepentingan yang merugikan banyak orang”, harapnya.

Ia mendesak adanya langkah-langkah tegas dari pihak pimpinan kepolisian sendiri dalam pembenahan kelembagaan.

“Reformasi kelembagaan yang lebih mendalam dapat terwujud, sehingga kejadian seperti ini tidak akan terulang dan kepercayaan masyarakat terhadap aparat Polri dapat kembali pulih”, tutupnya.***

Artikel Lainnya

Terkini