Badung – Meningkatnya kasus rabies akibat gigitan anjing di Bali yang terakhir menimpa wisatawan asing di Pantai Legian membuat dinas terkait bergerak cepat mengambil langkah pemberantasan dengan memaksimalkan vaksinasi hingga pemnbentukan shelter atau tempat perlindungan anjing liar.
Kasus rabies terakhir menimpa wisman saat berlibur di Pantai Legian, mendapat perhatian serius Dinas Kesehatan Kabupaten Badung dengan menggelar rapat koordinasi kegiatan monitorng penanggulangan rabies di Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Badung bersama stakeholder di Kantor Puspem Badung, Rabu (25/1/2023).
Selain jajaran pemerintahan seperti Dinas Kesehatan Provinsi Bali Pariwisata, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali dan Kabupaten Badung, Kementerian PMK, Kementerian Lingkungan Hidup, turut hadir akademisi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Unversitas Udayana dan IAKMI Pengda Bali.
Dalam rapat dipimpin Kepala Dinas Kesehatan dr. Made Padma Puspita, dihadiri Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2M) Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Imran Pambudi, akademisi Unud Putu Ayu Swandewi Astuti, Ketua IAKMI Bali Pengda Bali Ni Made Dian Kurniasari.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Imran Pambudi mengatakan, dalam penanggulangan penyakit rabies upaya vaksinasi menjadi hal penting yang harus dilakukan pada hewan anjing.
Pasalnya, selama hewan dilepasliarkan kemudian tidak divaksin rabies, maka akan tetap membawa penyakit.
Dari laporan, di Kabupaten Badung terdapat 70 ribu anjing yang dtargetkan bakal divaksinasi meskipun anggaran yang ada untuk menjangkau 43 ribu anjing. Sedangkan sisanya bakal diupayakan Pemkab Badung.
“Tadi Pak Sekda, akan mengupayakan ada alokasi dana untuk vaksinasi,” imbuhnya.
Selain vaksinasi, poin kedua, pentingnya menyiapkan shelter untuk anjing.
Keberadaan shelter diperlukan sebagai tempat penampungan sementara bagi anjing-anjing liar yang berkeliaran yang berpotensi menggigit atau membahayakan manusia.
Mengacu aturan Perpu yang mengatur sheleter, maka anjing-anjing yang ada ada pemiliknya, jangan dibiarkan liar. Maka ketika anjing berkeliaran atau dilepasliarkan, harusnya ditangkap diamankan ke shelter.
Jika sementara diamankan di shelter, tidak ada yang datang mengambil atau memilikinya maka menjadi hak negara untuk langkah tindak lanjutnya.
“Kalau kita pemerintah, harus buatkan shelter untuk tegakkan aturan,” tandasnya.
Dalam aturan terkait shelter, juga disebutkan setelah dua minggu anjing ditangkap tidak ada pemilik yang datang, maka menjadi milik negara.
Hal penting ketiga adalah, aturan-aturan yang paling efektf dalam penanganan rabies seperti di desa karena warga bisa melakukan kontrol terhadap keberadaan anjing liar yang rawan menularkan rabies.
Aturan yang dibuat desa akan efektif, karena warga tidak boleh melepas anjing termasuk bagaimana langkah-langkah ketika terjadi kasus gigitan anjing pembawa rabies.
“Kita dorong agar lokal wisdom yang memiliki inisatif, bisa melakukan pembelajaran dari Buleleng dan tiga desa di Badung, dalam penanggulangan rabies. Tiga desa yang memiliki aturan terkait rabies bisa ikut mensosialisasikannya dan bisa menjadi raw model pemberantasan rabies,” tuturnya.
Untuk itu pentingnya edukasi, membangun pengetahuan dan kesadaran masyarakat di Bali, bahwa gigitan anjing betatapun kecilnya, bisa membahayakan keselamatan manusia.
Apalagi, Bali masih dalam bahaya penyebaran rabies, sehingga, belum diketahui mana anjing yang terkena rabies. Jadi, tetap dianggap semua gigitan anjing itu berbahaya sehingga hal ini harus disampaikan ke masyarakat luas.
“Ketika ada ada kasus gigitan anjing harus langsung dibawa ke faskes,” sambungnya.
Sebagai daerah tujuan wisata dunia, maka Bali harus memastikan keamanan keselamatan wisatawan termasuk dari ancaman gigitan anjing rabies.
Masyarakat harus memiliki kesadatan sendiri untuk membersihkan wilayhnya dari penyebaran penyakit rabies.
Pihaknya menyambut baik, keberadaan perarem atau aturan-aturan yang dibuat di desa yang kontrtubusi besar terhadap pemberantasann rabies. Misalnya, aturan pemilik anjing harus bertanggungjawab terhadap hewan piaraannya itu dengan tidak melepasliarkan.
Made Kertha Duana selaku penasehat IAKMI Pengda Bal dan akadems Unud mengapresias dukungan Sekda Badung yang cukup serius dalam penanggulangan rabies
“Statmen Pak Sekda menujukkan keseriusan Pemkab Badung unuk mengeleminasi rabies dengan dukungan penganggaran , kebijakan dan shelter, konsernya untuk kesehatan dan kepariwisataan,” tandas Made Kerta Duana.
IAKMI mendukung dan mengapresiasi langkah cepat Pemkab Badung beserta jajaran dalam percepatan pengendalin rabies.
Made Kerta Duana menggaris bawahi pentingnya membangun kerja sama lintas sektor serta pelibatan masyarakat secara lngsung dalm mensukseskan pencapaian target vaksinasi anjing,” tandas Made Kerta Duana yang juga pegiat APCAT ini.
Penting juga bagamana membangun kewaspadaan masyarakat dari gigitan Hewan pembawa rabies
Senada itu, Ketua IAKMI Pengda Bali Ni Made Dian Kurniasari menyatakan dukungannya terhadap upaya Pemkab Badung dalam pengendalian rabies.
“Kami IAKMI sap membantu meningkatkan pemahaman masyaraat melalui progran kampus kami, seperti KKN yang mengangkat tema rabies untuk meningkatkan pemahaman masyrakat,” tukas alumnus Ilmu Kesehatan Masyarakat IKM Unud ini.
Made Dian Kurniasari juga mengingatkan, Badung sebagai daerah khas dengan keunggulan sektor pariwisata harus terus mendorong pelibatan semua sektor. Misalnya, dalam mewujudkan semua obyek wisata harus bebas dari anjing liar.
“Kami siap mendukung upaya pemerintah di Badung, kami juga berterimakasih telah dilibatkan dalam penanggulangan rabies,” demikian Made Dian Kurniasari. ***