Perupa Nyoman Sujana Kenyem dengan beberapa lukisan hasil karyanya/Dok.Art Kenyem |
Ubud – Untuk membuktikan kreativiats berkesenian tidak pernah surut meski saat pandemi perupa Nyoman Sujana Kenyem mengisi kegiatan tunggal ‘living gallery’ yang digelar Komaneka Fine Art Gallery, Ubud, Gianyar dengan berkarya selama 24 jam nonstop.
Aksi goresan demi goresan di atas kanvas, dimulai Sujana Kenyem sejak Kamis (9/9/2021) pagi, hingga bertepatan ulang tahun ke-49, Kenyem berhasil menyelesaikan karya pada Jumat (10/9/2021).
Selanjutnya, 24 karya Kenyem dipamerkan di Komaneka, Gianyar hingga 30 September 2021.
Menurut Kenyem di tengah pandemi Covid-19
Kegiatan ‘living gallery’ saat pandemi Covid-19 ini kata Kenyem, menjadi tantangan bagi seniman, termasuk galeri, untuk menunjukkan eksistensi dan membuktikan, kreativitas berkesenian tak pernah padam saat terjadi wabah sekalipun.
Dia mengusung konsep untuk menjadikan kanvas sebagai ladang bercocok tanam yang memberikan hasil bumi berlimpah untuk kesejahteraan lahir batin.
Komaneka Fine Art Gallery berinisitif menggelar kegiatan ‘living gallery’ untuk memberikan kesempatan kepada seniman tetap berkarya di masa pandemi.
Sejumlah seniman akan bergantian mengisi kegiatan yang dimaksudkan untuk tetap menghidupkan atmosfer galeri ini. Pengunjung yang ingin menikmati pameran dapat menghubungi pihak galeri agar bisa menjadwalkan kunjungan dengan menerapkan protokol keshetan.
“Berkarya di galeri memberikan sensasi yang berbeda dengan melukis di studio sendiri,” tutur Kenyem dalam keteranganya .
Dia menumpahkan teknik, pengalaman, spontanitas, dan respons terhadap stimulasi warna yang ia terapkan di atas 24 kanvas secara simultan.
Dengan menjadikan kanvas sebagai ladang, Kenyem yang sejak kecil dibesarkan di kawasan seni dan agraris, menempatkan proses berkarya seperti halnya kerja petani mulai mencangkul menyiapkan lahan, menanam, mengairi, memupuk, merawat, dan memanen.
Setelah menyelesaikan warna dasar dan membuat garis besar pola, ia bebas menuruti kata hati untuk merawat ladang-ladangnya. Saat itulah ia tertantang melakukan improvisasi agar dapat ‘menyuburkan’ seluruh ladang garapan.
Pengaruh alam lingkungan yang kerap mewarnai karya Kenyem tetap kentara dalam lukisan akhir dari kegiatan ini.
Dirinya meyakini, alam terkembang jadi guru, yang ia maknai sebagai inspirasi yang tak pernah habis untuk digali. Baginya, alam menjadi pawisik sejati.
Selama ini, Kenyem dikenal konsisten mengusung tema-tema alam, bahkan dalam karya abstrak yang ia tekuni juga diilhami dari imaji alam seperti rerajah dedaunan, kulit pohon, pelapukan kayu, irisan tanah, lumut, lelehan lava, dan berbagai rupa semesta lainnya.
Karya Kenyem dipamerkan pertama kali pada 1992 di Art Center Denpasar. Setelah lulus dari STSI (kini ISI) Denpasar pada 1998 telah belasan kali pameran tunggal di Nalita Gallery, Stockholm, Swedia (1996), D’Peak Art Space, Singapura (2009), Kelana Jaya, Selangor, Malaysia (2013).
Kemudian, pameran bersama antara lain Beijing International Art Biennale, China (2010); Mac Art Museum, Daebudo, South Korea (2016). Kenyem juga membangun jejaring dengan sejumlah perupa di kawasan Asia.
Pengalaman berkesenian selama tiga dekade membuat Kenyem akrab melakukan olah rasa sambil menyelami nuansa dan tanda-tanda alam yang membawa alam bawah sadarnya mengeram citraan alam yang kelak tertuang dalam karya-karyanya.
Hampir semua karyanya, mengeksplorasi bambu, daun, dahan, ranting, dan bunga yang cenderung ritmik dan meditatif, yang dengan bebas menafsir ulang berbagai objek alam dalam narasi artistik, estestis, dan terkadang sarat filosofis.
Jika penasaran ingin melihat bagaimana aksi Kenyem ‘living gallery’ selama 24 jam nonstop ini apakah menghadirkan karya baru dari yang ada sebelumnya, bisa datang melihat 24 karya yang telah dipamerkan di Komaneka Fine Art Gallery hingga akhir September ini.(*/rhm)