Jakarta – Badan Standardisasi Nasional (BSN) menetapkan Standar
Nasional Indonesia (SNI) 8914:2020 Tekstil – Masker dari kain.
“Penetapan SNI ini berdasarkan Keputusan Kepala BSN Nomor 407/KEP/BSN/9/2020,”
sebut Deputi Bidang Pengembangan Standar BSN, Nasrudin Irawan di Jakarta pada
Selasa (22/09/2020).
Dia mengatakan SNI 8914:2020 Tekstil – Masker dari kain merupakan SNI baru
yang disusun oleh Komite Teknis 59-01 Tekstil dan Produk Tekstil dalam rangka
mendukung pencegahan penyebaran pandemi Covid-19 melalui penggunaan masker
kain.
Masker kain bisa berfungsi dengan efektif jika digunakan dengan benar, antara
lain untuk mencegah percikan saluran nafas (droplet) mengenai orang lain. Saat
ini, masker kain yang beredar di pasaran ada yang terdiri dari satu lapis, dua
lapis dan tiga lapis.
Contoh masker kain satu lapis yang banyak beredar adalah masker scuba atau
buff. Namun, sesuai SNI, masker kain yang berlaku terdiri dari minimal dua
lapis kain.
“SNI 8914:2020 menetapkan persyaratan mutu masker yang terbuat dari kain tenun
dan/atau kain rajut dari berbagai jenis serat, minimal terdiri dari dua lapis
kain dan dapat dicuci beberapa kali (washable).
Meskipun demikian, dalam ruang lingkup SNI ini, terdapat pengecualian, yaitu
standar ini tidak berlaku untuk masker dari kain nonwoven (nirtenun) dan
masker untuk bayi.
Selain itu, standar ini tidak dimaksudkan untuk mengatasi semua masalah yang
terkait dengan keselamatan, kesehatan dan kelestarian lingkungan dalam
penggunaannya,” jelas Nasrudin.
Selain itu, pemilihan bahan untuk masker kain juga perlu diperhatikan, karena
filtrasi dan kemampuan bernafas bervariasi tergantung pada jenis bahan.
Efisiensi filtrasi tergantung pada kerapatan kain, jenis serat dan anyaman.
Filtrasi pada masker dari kain berdasarkan penelitian adalah antara 0,7 %
sampai dengan 60 %. Semakin banyak lapisan maka akan semakin tinggi efisiensi
filtrasi.
Dalam SNI 8914:2020, masker kain dibagi kedalam tiga tipe, yaitu tipe A masker
kain untuk penggunaan umum, tipe B untuk penggunaan filtrasi bakteri, dan tipe
C untuk filtrasi partikel.
Adapun, pengujian yang dilakukan, diantaranya uji daya tembus udara dilakukan
sesuai SNI 7648; uji daya serap dilakukan sesuai SNI 0279; uji tahan luntur
warna terhadap pencucian, keringat, dan ludah; pengujian Zat warna azo
karsinogen; serta aktivitas antibakteri.
Untuk pengemasan, menurut Nasrudin, masker dari kain ini dikemas per buah
dengan cara dilipat dan/atau dibungkus dengan plastik.
Terkait penandaan pada kemasan masker dari kain sekurang-kurangnya harus
mencantumkan merek; negara pembuat; jenis serat setiap lapisan; anti bakteri,
apabila melalui proses penyempurnaan anti bakteri; tahan air, apabila melalui
proses penyempurnaan tahan air; pencantuman label: ”cuci sebelum dipakai”;
petunjuk pencucian; serta tipe masker dari kain.
Meskipun demikian, penggunaan masker juga harus dilakukan dengan benar.
Nasrudin mengingatkan masker kain perlu dicuci setelah pemakaian dan dapat
dipakai berkali-kali.
“Meski bisa dicuci dan dipakai kembali, masker kain sebaiknya tidak dipakai
lebih dari 4 jam, karena masker kain tidak seefektif masker medis dalam
menyaring partikel, virus dan bakteri,” tegas Nasrudin.
Dengan ditetapkan SNI masker kain, diharapkan dapat mengurangi penyebaran
virus Corona serta diikuti dengan tindakan tetap mengikuti protokol kesehatan
lainnya, yakni jaga jarak dan mencuci tangan menggunakan sabun dengan air yang
mengalir.
Selain menetapkan SNI masker dari kain, BSN pada saat yang sama juga telah
menetapkan SNI 8913:2020 Tekstil – Kain untuk gaun bedah (surgical gown),
surgical drape dan coverall medis.(imh)