Denpasar – Setelah hampir 10 tahun memimpin Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Provinsi Bali, Umar Ibnu Alkhatab berhasil merampungkan sebuah buku berjudul ‘Kisah Seorang Pionir’ Sepuluh Tahun Memandu Ombudsman Bali yang memuat kisah nyata perjalanan pribadinya selama menahkodai Ombudsman.
Buku yang disusun Umar Ibnu Alkhatab setebal 300 halaman ini, kemudian dibedah bersama narasumber Prof. DR I Nengah Dasi Astawa (Kepala LLDikti Bali), Wahyu Budi Nugroho, S.Sos, M.A (Sosiolog Universitas Udayana Bali),dan Arnoldus Dhae, S.Fil, M.Th (Wartawan) di Kedai Jumpa Kopi 74, Denpasar, Bali, Selasa (14/6/2022).
Dalam diskusi dengan moderator Redaktur Kabarnusa.com Rohmat, dihadiri para jurnalis, mahasiswa dan aktivis lainnya itu, Umar Ibnu Alkhatab menjelaskan, buku yang disusunnya bukan bermaksud mengada-ada, namun berangkat dari apa yang dilihat, dijalankan selama ini dalam menahkodai ORI Bali.
“Poinnya tidak dalam kerangka menyombongkan diri, saya kebetulan sebagai pion atau pioner atau pemain yang ditempatkan di depan,” ujarnya.
Ia menulis, buku tersebut berangkat fakta keseharian apa adanya seperti bagaimana dirinya harus tinggal di kosan layaknya masyarakat biasa hingga tetap enjoy mengendarai sepeda motor ke kantor hingga saat menjalankan tugas-tugas lainnya.
Meskipun dirinya kerap dilabeli elit karena sering bersama para pejabat dan tokoh masyarakat lainnya dalam banyak kesempatan, namun hal itu tidak lantas mengubah kepribadiannya yang selalu tampil apa adanya, dalam kesederhanaan.
“Saya saya berperilaku seperti rakyat biasa, ini bukan pencitraan, tetapi buku ini saya harapkan bisa menjadi inspirasi teman-teman dan penanda legacy bahwa saya pernah di Bali pernah tugas memimpin ORI Bali,” tukas alumnus Satra Asia Barat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini.
Wahyu Budi Nugroho dalam kesempatan membedah buku terbitan Pustaka Pelajar dengan kata pengantar Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Prof Dr Purnawan Basundoro, dari sisi perawajahan cover buku secara semiotika, merepresantasikan simbolik bahwa Umar berhasil beradaptasi dengan norma dan nilai budaya lokal.
Hanya saja, setelah membaca isi buku itu, Wahyu Budi Nugroho membrikan saran lebih tepatnya untuk mengindari klaim sepihak dalam konteks memandu lembaga ORI, sebaiknya lebih cocok dalam bentuk otobiografi atau autobiografi yang ditulis oleh orang lain pada edisi revisi atau cetak selanjutnya.
Dalam buku tersebut yang diakui Umar Ibnu Alkhatab bukan karya ilmiah, menurut Wahyu Budi Nugroho, terlihat upaya penciptaan diri yang secara terus menerus berulang ulang sebagaimana
kerangka Failsuf Prancis Jacques Derrida, buku ini berhasil menciptakan identitas naratif.
“Saya justru menemukan idealisme yang ditunjukkan Pak Umar, dari awal ketika sebagai dosen di kampus Universitas Flores di Ende, ” ucapnya.
Lanjut dia, secara umum, buku ini cukup obyektif karena memenuhi etika naratif. Pasalnya, buku tersebut selalu berkaitan dengan orang lain bahkan ada puluhan nama yang bisa dikonfirmasi dan itu bisa dibuktikan.
Sementara itu, Kepala LLDikti Bali, Prof. DR I Nengah Dasi Astawa melihat sosok Umar Ibnu Alkhatab sebagai individu dan juga sebagai pemimpin sejatinya memiliki ambisi.
“Hanya saja, Pak Umar tapi tidak ambisius, memiliki idealisme langka yaitu bisa berbaur tapi tidak larut. Dengan buku ini Pak Umar meninggalkan histori, legasi dan imbrio leterasi” katanya menegaskan.
Bahkan, dalam istilah Dasi Astawa, sosok dan kepemimpinan Umar Ibnu Alkhatab di ORI Bali, layak dilabeli predikat idealisme langka.
Dalam pandangannya, Umar Ibnu Alkhatab berhasil menjadi pionir bagi penerusnya nanti saat akan memimpin ORI Bali. Dengan ketulusan, kesederhanaan Umar Ibnu Alkhatab menjadikan ORI Bali selama kepemimpinannya mampu menunjukkan karakter organisasi yang kuat dan partner strategis pemerintah daerah.
“Sepanjang masih bisa menjaga itu semua, belum tamat riwayatnya, bahkan bisa menjadi kiblat, pemimpin dan contoh bagi penerusnya,” sambungnya.
Sementara, Arnoldus Dhae wartawan senior, menyatakan buku Kisah Seorang Pioner yang ditulis Umar Ibnu Alkhatab menggunakan logika terbalik dimana konteks ditarik ke teks dengan kata kata yang menjadi hidup.
“Saya melihat Pak Umar ini, tetap bisa menjaga integritas, gampang ditemui dan dimintakan konfirmasi oleh wartawan,” tukas Arnoldus Dhae.
Lanjut dia, meski memiliki kedekatan dengan pejabat namun Umar tidak kehilangan daya kritis terhadap pejabat dan lembaga maupun instansi pemerintahan di Bali jika itu menyangkut kinerja pelayanan publik. ***