Cagub Bali Wayan Koster Dengar Curhatan Petani Arak dan Garam Tradisional di Karangasem

Wayan Koster yang pernah menjabat sebagai gubernur Bali 2018-2023 ini menegaskan komimetmennya untuk memodernisasi alat produksi arak bagi petani tradisional.

2 Oktober 2024, 19:49 WIB

KarangasemPetani arak dan garam tradisional di Kabupaten Karangasem berkeluhkesah curhat ke Calon Gubernur (Cagub) Bali Nomor Urut 2 I Wayan Koster

Wayan Koster mendengar curhatan para petani arak dan garam di Sela-sela Kampanye Terbuka Tahap I,l di Desa Baturinggit, Kecamatan Kubu, Karangasem pada Senin 30 September 2024.

Turut mendampingi Wayan Koster yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Bali ini Calon Bupati Karangasem Nomor Urut 2 Gede Dana.

Bersama rombongan, Wayan Koster menemui petani arak Bali Nengah Tami. Pria paruh baya ini menuturkan dalam sekali musim panen terhitung selama enam bulan, ia dapat mengantongi penghasilan mencapai Rp18 juta.

“Jadi rata-rata Rp3 juta per bulan atau Rp100 ribu per hari, ” ungkapnya.

Tidak hanta sebagai perajin arak, ia juga beternak sapi dan menggarap laham seluas 30 are untuk menambah penghasilan keluarga.

“Kalau istri tiyang mejahit tamas,” kata bapak empat anak ini.

Sementara untuk produksi arak, ia selama 30 hari atau sebulan dapat menghasilkan arak sebanyak enam jerigen isi 60 liter.

Untuk menghasilkan arak sebanyak itu, ia mesti memanjat 25 pohon ental dan jaka per hari. Selanjutnya, produksi arak miliknya dijual kepada pengepul.

Sebotol sekarang harganya sekitar Rp10 ribu, pernah harganya sampai Rp5 ribu. Tapi pernah juga mencapai Rp18 ribu per botol.

Sebagai petani arak tradisional, Tami merasa bersyukur dengan adanya Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan atau Distilasi Khas Bali.

Sejak diterbitkan Pergub pada masa pemerintahan Wayan Koster itu telah dapat mengangkat derajat kehidupan petani arak tradisional.

“Astungkara, sekarang harga arak lebih stabil dan kadang naik, ” ujarnya.

Atas hal itu Wayan Koster yang pernah menjabat sebagai gubernur Bali 2018-2023 ini menegaskan komimetmennya untuk memodernisasi alat produksi arak bagi petani tradisional.

Menurut Wayan Koster hal itunakan dapat lebih meningkatkan kesejahteraan petani arak.

Alumnus ITB itu berkomitmen memajukan produk lokal terutama arak bali, sekarang sudah naik kelas dan terkenal. Sudah masuk hotel-hotel dan restoran untuk dikonsumsi turis-turis asing, bahkan diekspor.

Politisi asal Desa Sembiran, Buleleng ini menemui petani garam tradisional di Pantai Tukad Sayung, Desa Baturingkit, Kecamatan Kubu, Karangasem.

Seorang petani garam tradisional, Nengah Redesa menyebutkan bahwa saat ini di lokasi tersebut terdapat dua kelompok petani garam yang menggarap lahan seluas 49 are.

Ia menyampaikan keluh kesahnya soal anjloknya harga garam produksi mereka akibat serbuan produk garam dari Jawa.

“Sekarang harganya cuma Rp3 ribu per kilo Pak, tahun kemarin harganya lumayan Rp6 ribu per kilo, ” ujarnya.

Akibat harga yang anjlok tersebut, maka petani garam setempat lebih memilih menyetok hasil produksi mereka.

“Kami di sini bisa menghasilkan garam rata-rata 300 kg per minggu per orang dan dikerjakan tergantung musim. Kalau musim hujan, iya kami tidak berproduksi. Biasanya kami mulai produksi bulan Mei sampai Desember,” terangnya.

Dari segi kualitas produk, garam setempat lebih unggul dariapada garam lain yang sejenis, namun terkendala dalam hal pengemasan dan rasa.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa pihaknya telah bekerjasama dengan BUMDes setempat.

Menanggapi itu Wayan Koster komit akan membantu kalangan petani garam tradisional akan produk mereka dapat bersaing di pasaran.

Ketika menjabat gubernur 2018-2023 ia telah menerbitkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali.

“Berkat Pergub Bali 99/2018, sekarang sudah banyak produk lokal yang bisa masuk pasar swalayan dan modern,” demikian Wayan Koster.***

Artikel Lainnya

Terkini