Kabarnusa.com – Ditengah menggeliatnya industri pers berbasis
internal justru kondisi kontradiktif terjadi dengan bergugurannya media
massa koran atau cetak sehingga banyak perusahaan menutup usahanya.
Dari
catatan Bidang Ketenagakerjaan Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
mencatat, sejumlah kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) di tahun 2015.
Beberapa kasus PHK terjadi setelah perusahaan memutuskan menutup
medianya.
Awal 2015, penutupan Harian Jurnal Nasional
membuat pekerja dan perusahaan berselisih setelah terjadi PHK. Tengah
tahun, Bloomberg TV Indonesia melakukan pemutusan hubungan kerja setelah
berhenti operasi.
Di akhir tahun, Harian Bola yang
berada di bawah naungan Kompas Gramedia Group juga melakukan
rasionalisasi dengan memutuskan hubungan kerja sejumlah personel.
Hingga kabar Harian Sinar Harapan yang kesulitan pendanaan dan akan menghentikan penerbitan awal tahun 2016.
Salah
seorang pendiri Aristides Katopo meyakini suatu saat Harian Sinar
Harapan akan hidup lagi. Tides mengumpamakan, seperti nyawa kucing mati
berkali-kali, namun hidup lagi berkali-kali.
Selain di Jakarta, belasan media cetak di berbagai daerah di Indonesia juga menutup usahanya karena kesulitan pendanaan.
Seperti Koran Selebes dan Koran Inilah Sulsel di Makassar, Harian Jambi Today dan Harian Jambi di Jambi, dan lain-lain.
Data
The Nielsen Company, lembaga independen yang memantau industri media
merinci jumlah media yang berguguran sepanjang tahun 2015 ini. Dari 117
surat kabar yang dipantau, 16 unit media telah gulung tikar. Sementara
untuk majalah dari 170 kini menyisakan 132 majalah.
Ketua AJI Suwarjono melihat, sejumlah peristiwa PHK di perusahaan media ini menyisakan masalah yang dianggap merugikan pekerja.
Untuk itu, AJI menyerukan perusahaan media yang terpaksa berhenti agar segera memenuhi hak-hak pekerja.
“Penyelesaian
hak-hak pekerja akan lebih baik apabila bisa dilakukan dalam waktu
lebih cepat. Kepada para pekerja yang terkena PHK, agar memahami dan tak
ragu menuntut hak-hak mereka,” tegas Suwarjono dalam keterangan
resminya Minggu (20/12/2015).
Menurut laporan Lembaga
Bantuan Hukum (LBH) Pers, sejak 2014 hingga pertengahan 2015 ada 12
kasus ketenagakerjaan yang mereka tangani.
Kata
Suwarjon, sebagian besar diselesaikan secara bipartite setelah pekerja
mengajukan keberatan baik terhadap proses PHK maupun terkait kewajiban
perusahaan memenuhi hak-hak pekerja yang di-PHK.
Dalam
beberapa kasus PHK, pekerja media mengalami kesulitan untuk
bernegosiasi karena sejak semula tak memiliki wadah serikat pekerja di
dalam perusahaan.
Menurut data Federasi Serikat
Pekerja Media Independen (FSPMI) dari sekitar 2000 perusahaan media yang
tercatat di Dewan Pers, pada 2015 terdata hanya ada 24 serikat pekerja.
“Itupun tak semua bisa dikategorikan sehat secara
organisasi. Tren setiap tahun cenderung menurun. Selain karena
perusahaan media yang dinyatakan tutup, sebagian serikat pekerja media
tak lagi aktif karena minimnya partisipasi anggota maupun keaktifan
pengurus,” imbuh Sekjen AJI Arfi Bambani Amri. (ari)