Menulis ini bila tak berada di negeri tirai bambu tak perlu ada manusia kebakaran jenggotnya dan malah perlu perenungan bahwa bangsa ini tirainya sajadah, tirai spiritual lainnya yang menunjukkan manusia yang berakal dan berhati serta bangsa yang nilainya sungguh utama yakni ketuhanan, keadilan dan kemanusiaan, pemilu basisnya nilai atau norma itu.
Atau dengan kata lain pemilu yang adil lagi jujur tak digunakan untuk tahtanya nanti dan untuk pengumpul harta yang mengkhianati pilihan rakyat.
Kita manusia di bangsa ini bila Tak Peduli, Quo Vadis apa urusan saya tentang itu semua, ini sungguh menyedihkan untuk manusianya, sebaiknya peduli untuk hadirnya di bangsa ini berguna untuk negara yang merdeka, jangan tak ada lagi spirit ibu Pertiwi dan darah pahlawan yang pernah menggenangi negeri ini.
Wajah bangsa dan nasib rakyat adalah di tangan cawe-cawe? Ungkapan sederhana tapi berimplikasi luas kepada bangsa dan rakyat. Boleh ungkapan itu dimaknai tanda akan ada pemilu yang tak jurdil? Cawe artinya kerja yang tak jurdil.
Bangsa ini berada di tangan cawe-cawe tahunan ini yang membuat wajah bangsa yang berhutang di angka 8000 trilyun angka yang melampaui hutang di tahun 2914, (klik google hutang pemerintah tahun 2023/2014), angka kemiskinan dan pengangguran puluhan juta dan bahkan hitungan Bank dunia di angka 110 juta (media Indonesia 13 mei 2023, h.2), angka korupsi tak ada bandingan di orde sebelumnya angkanya ada yang di 346 trilyuuuun itu (klik google)
Angka yang mutakhir di angka 346 trilyuuun itu ada semangat sang menteri yang melepeh dukungan banyak profesor seolah serius untuk hal itu entah kemana saat ini? dan rakyatnya yang dibebani oleh hutang jumlah ribuan trilyunan itu serta bunganya di angka 460 trilyun juga wajib hutang, ada tragedi 800 nyawa di pemilu tahun 2019 ada 1 26 nyawa manusia di Kanjuruhan, ada tragedi km 5O, tragedi sambo dan tragedi penjara bagi yang berniat untuk kebaikan bangsa (klik google) tragedi gambar tuna keadilan, kemanusiaan, tuna konstitusi dan juga akan tuna demokrasi dan pemilu?
Pemilu
Tonggak bangsa yang dilalui di pemilu Orde Lama di tahun 1955, pemilu Orde Baru 1965 berulang kali, pemilu reformasi berulang kali hanya di tahun 2019 ada tragedi 800 nyawa manusia dan dingatkan oleh salahsatu stasiun tv nasional jangan terulang kembali pemilu yang tak jujur dan memakan korban nyawa manusia itu.
Tonggak bangsa yang diuji lagi seperti apa penguasanya. Apakah pro rakyat atau sebaliknya. Apabila pro rakyat dalam prespektif penulis ia adalah sang negarawan apabila sebaliknya ia hanya sang pecundang.
Rakyat pemilik bangsa yang dimintanya hanya dihormati pilihannya mereka tak meminta sang penguasa untuk berpihak padanya dengan cara menggerakkan instrumen penguasanya untuk memenangkan dirinya.
Mereka hanya ingin melihat di bangsa ini adalah manusia yang tegak jatidirinya sebagai manusia utuh, utuh melihat adil dan kejujuran mewarnai bangsa ini.
Ketika tak ada lagi kata adil dan jujur yang ada sebaliknya. Ini pintu masuk bangsa akan dipimpin oleh kaum gandruwo. Kaum yang membiarkan bergentayangan manusia korups uang rakyat, angkanya sudah diangka ada yang 16 trilyun ada yang 24 trilyun ada lagi yang pantastis 346 trilyuun.
Negeri cawe-cawe negeri gandruwo, negeri bedebah negeri para penyamun, ini penyakit yang tak bisa diukur di Orde Penjajah, Orde Lama dan Orde Baru yang sering dileptrilyCawe membiarkan lembaga ekonomi menjadi lembaga hazaard, membiarkan lembaga hukum hanya kamuflase demi kekuasaan, membiarkan lembaga pemilu yang melukai hati rakyat dan pemilu yang dikuasai kaum gandruwo.
Pemilu yang berlalu diselenggarakan hingga memunculkan kaum gandruwo yang menunjukkan arogansi ada korban 800 lebih manusia. Korban tak ada doa bangsa untuk mereka yang ada kesunyian hingga hari ini. Manusia di bangsa ini sudah dikuasai kaum gandruwo yang tak memiliki hati nuraninya.
Bila itu bentuk cawe maka kewaspadaan dan jangan dibiarkan wahai kaum beragama yang mengerti arti dan makna tentang keadilan dan kejujuran.
Kaum cawe telah membawa bangsa berada dititik nadir yang meneruskan citarasa orde penjajah dan orde lainnya yang bukan saja membuat pemilu bukan milik rakyat dengan cara yang tak adil dan jujur yang ditandai oleh korban 800 manusia bentuk cawe-cawenya dan membentuk wajah bangsa yang muram wajah yang tak semestinya jangan ditambah ada cawe untuk itu, bangsa yang demokrasinya hanya pameran prosedur tapi kamuflase jiwa bangsa dan kamuflase pilihan rakyat.
Membentuk bangsa gandruwo sebagai bangsa korups di angka yang pantastis dan melukai hati rakyat bukan saja menandai telah menjadi budaya tapi menuju peradaban korups yang menandai bangsa tak adil dan tak jujur.
Tak layak menjadi fenomena bangsa yang beragama dan berpancasila yang hari ini diperingati.
Membuatkan cawe di pemilu nanti misalnya yang cawe yang jumlahnya tak seberapa di istana, di parlemen, di partai dan di sejumlah kepala daerah dan kaki tangan di pemilu KPU, Bawaslu dan MK dan lainnya.
Ormas yang memiliki kleimnya puluhan juta anggota dan rakyatnya ratusan juta juga kaum TNI dan polisi ada Saptamarga mungkin masih bisa diharap di minta dan di mohon rasanya tak boleh membiarkan kaum gandruwo bercawe-cawe di pemilu nanti? (*)
(*) Hasbi Indra,