Deklarasi Menuju Kawasan Rendah Emisi dan Peluncuran Electric Vehicle Battery Charging Station di Ubud

Gerakan Koalisi Bali Energi Nol Bersih guna memperkuat komitmen semua pihak dalam upaya mengurangi emisi karbon dan menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat, Desa Peliatan Ubud.

17 September 2024, 18:31 WIB

UbudDeklarasi Menuju Kawasan Rendah Emisi Ubud serta meluncurkan Electric Vehicle (EV) Battery Charging Station, sebagai salah satu bentuk langkah nyata integrasi energi bersih dilaksanakan di Kawasan Ubud, Gianyar Bali.

Langkah itu guna memperkuat komitmen semua pihak dalam upaya mengurangi emisi karbon dan menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat, Desa Peliatan Ubud.

Gerakan Koalisi Bali Energi Nol Bersih dimotori World Resources Institute (WRI Indonesia) menggandeng Pemerintah Provinsi Bali, dan Pemerintah Kabupaten Gianyar.

Compress 20240917 192943 3994

Kegiatan berlangsung di Desa Peliatan, Ubud, pada 17 September 2024 dihadiri Ir. Ida Bagus Setiawan, ST., M.Si selaku Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Tenaga Kerja Provinsi Bali, Dewa Ngakan Ngurah Adi, SE., M.Si selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Gianyar, I Made Dwi Sutaryantha selaku Kepala Desa Peliatan Ubud, dan Nirarta Samadhi selaku Country Director World Resources Institute (WRI Indonesia).

Kepala Dinas ESDM dan Tenaga Kerja Provinsi Bali, Ir. Ida Bagus Setiawan menyatakan, Deklarasi Menuju Kawasan Rendah Emisi Ubud menunjukkan pentingnya kolaborasi semua pihak dalam upaya mengurangi emisi karbon di Provinsi Bali.

Peluncuran instalasi solar panel yang terhubung dengan EV charging station di Pasar Peliatan, Ubud, adalah upaya pemerintah, masyarakat, dan mitra pembangunan seperti Koalisi Bali Energi Nol Bersih untuk menjawab kebutuhan atas lebih banyak charging station yang menggunakan sumber energi terbarukan.

Deklarasi Menuju Kawasan Rendah Emisi Ubud memuat tujuh (7) langkah yang akan diambil oleh pihak-pihak terkait di Kabupaten Gianyar, terutama di Ubud, untuk mengurangi emisi karbon dan menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat, yaitu melalui: 1) Pengurangan Emisi; 2) Promosi Energi Terbarukan; 3) Transportasi Berkelanjutan; 4) Pengelolaan Sampah yang Berkelanjutan; 5) Pendidikan dan Kesadaran; 6) Kolaborasi dan Dukungan; dan yang terakhir, 7) Pengawasan dan Evaluasi.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Gianyar, Dewa Ngakan Ngurah Adi, berharap langkah yang diambil Desa Peliatan Ubud dan dukungan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Gianyar untuk menjadikan Ubud sebagai kawasan rendah emisi dapat menjadi contoh baik bagi daerah-daerah lain di Bali dan di seluruh Indonesia.

Ditambahkan Kepala Desa Desa Peliatan, Ubud, Gianyar, I Made Dwi Sutaryantha, Instalasi solar panel yang terhubung dengan EV charging station di Pasar Peliatan akan dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa.

“Pendapatan yang dihasilkan akan digunakan untuk perawatan fasilitas, dan lain-lain,” ungkap Made Dwi Sutaryantha.

WRI Indonesia bersama mitra-mitra pembangunan yang tergabung dalam Koalisi Bali Emisi Nol Bersih mendukung komitmen bersama masyarakat Ubud untuk mewujudkan kawasan rendah emisi.

“Dengan menyediakan fasilitas solar panel dan EV charging station, serta business model yang akan diterapkan untuk mengelola fasilitas tersebut, yang diharapkan dapat diterapkan di desa-desa lain di Bali di masa yang akan datang,” tutur Country Director WRI Indonesia, Nirarta Samadhi.

Guna memastikan keberlanjutan, dan agar teknologi yang telah terpasang di Desa Peliatan dapat terawat dengan baik dan menghasilkan pendapatan bagi desa, WRI Indonesia bersama Electric Wheel-BTI Energy telah merumuskan bisnis model bagi BUMDes Peliatan sebagai penerima manfaat.

Nirarta Samadhi menjelaskan,
tawaran skemanya adalah dalam bentuk Business to Business, di mana BUMDes menyewakan lapak kepada penyedia baterai tukar dengan kontrak eksklusif 1 sampai 5 tahun.

Selanjutnya, BUMDes bertugas untuk memastikan bahwa Standar Pelayanan Minimum yang diberikan tetap sesuai dengan isi Perjanjian Kerjasama. Dengan biaya pengadaan yang cukup terjangkau di rentang Rp 150 juta – Rp 200 juta, dan estimasi omset setiap tahunnya yang bisa mencapai Rp 25-30 juta/tahun, maka payback period diproyeksikan berkisar 5-8 tahun.

Hal ini bergantung pada nilai tarif sewa yang akan dipatok oleh otoritas pengelola, kondisi pasar dan lokasi yang strategis.

Dengan skema ini, kami berharap otoritas di desa-desa lain mau mengadopsi teknologi yang serupa, agar manfaatnya dapat dirasakan masyarakat lebih luas, dalam upaya bersama untuk mencari solusi dan menjalankan aksi mengurangi kemacetan

“Serta mewujudkan kawasan rendah emisi di Ubud,” demikian Nirarta Samadhi. ***

Artikel Lainnya

Terkini