DePA-RI Desak Presiden Prabowo: Tindak Tegas Pelaku Kejahatan Lingkungan Penyebab Bencana Sumatera

12 Desember 2025, 08:27 WIB

Jakarta – Lambatnya respons pemerintah pusat terhadap bencana banjir dan tanah longsor kolosal yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat menuai kritik keras.

Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI) mendesak Presiden Prabowo Subianto segera mengambil tindakan tegas, khususnya terhadap dugaan kejahatan lingkungan yang menjadi akar penyebab tragedi kemanusiaan ini.

Bencana yang telah merenggut lebih dari 1.300 jiwa dan menyebabkan ribuan orang hilang ini, disayangkan oleh Ketua Umum DePA-RI, Dr. TM. Luthfi Yazid, S.H., LL.M.

Ia menyoroti minimnya langkah substantif, di tengah desakan publik untuk penetapan status Bencana Nasional.
Tuntutan Hukum yang Komprehensif

Luthfi Yazid, yang memiliki latar belakang sebagai peneliti di Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), menegaskan bencana ini bukan semata musibah alam, melainkan “buah dari kerakusan dan kerusakan lingkungan yang dibiarkan.”

DePA-RI menuntut Pemerintahan Presiden Prabowo untuk bertindak tanpa kompromi melalui penegakan hukum lingkungan yang komprehensif, meliputi:

Pencabutan Izin Usaha: Menindak perusahaan yang terbukti merusak lingkungan.

Proses Hukum Pidana: Memproses pidana baik terhadap individu maupun korporasi pelaku kejahatan.

Kewajiban Pemulihan (Recovery) Ekologis: Menetapkan pertanggungjawaban korporasi untuk memulihkan kerusakan hutan, ekosistem, serta kepunahan flora dan fauna.

Penerapan Doktrin Hukum: Menerapkan prinsip strict liability (pertanggungjawaban mutlak), corporate liability (pertanggungjawaban korporasi), dan restorative justice (keadilan restoratif) dalam penindakan.

Selain korban jiwa dan kerusakan fisik, DePA-RI menyoroti ancaman hukum lain yang mengintai para korban. Bencana telah menghancurkan dokumen penting seperti sertifikat tanah, girik, dan arsip pertanahan di kantor desa/kecamatan.

Kekacauan arsip ini, menurut Luthfi, berpotensi memicu:

Hilangnya Kepastian Batas Tanah: Ketidakjelasan batas-batas epemilikan. Meningkatnya Sengketa Antarwarga: Potensi konflik horizontal.

Intervensi Mafia Tanah: Pemanfaatan kekacauan arsip oleh pihak-pihak ilegal.

Untuk mencegah krisis sosial-hukum ini, DePA-RI mendesak pemerintah:

Pembentukan Satgas Penyelamatan dan Digitalisasi Arsip Pertanahan. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Tanah yang Cepat dan Adil dan Perlindungan Hukum bagi aparat desa dari potensi kriminalisasi akibat hilangnya arsip.

DePA-RI juga mendesak Presiden Prabowo untuk mencopot anggota kabinet yang dinilai tidak menjalankan tugas dengan baik. Lebih lanjut, Luthfi Yazid menuntut Presiden mengambil tindakan hukum terhadap pejabat atau mantan pejabat yang terbukti berkontribusi atau memfasilitasi kerusakan hutan dan lingkungan di Sumatera maupun wilayah lain.

Sebagai bentuk tanggung jawab moral dan profesional, Dr. Luthfi Yazid, yang pernah menjadi pengacara Presiden Prabowo dalam sengketa Pilpres, menginstruksikan seluruh anggota DePA-RI untuk memberikan bantuan hukum cuma-cuma (pro bono) kepada korban bencana yang membutuhkan.

“Bencana ini adalah tragedi kemanusiaan sekaligus alarm keras agar negara tidak lagi mentoleransi kejahatan lingkungan. Bukan hanya untuk generasi sekarang, namun juga untuk generasi mendatang,” tegas Luthfi Yazid

Ia menekankan negara memiliki kewajiban konstitusional untuk melindungi masyarakat dan menegakkan hukum lingkungan secara konsisten. ***

Berita Lainnya

Terkini