Derita Bocah Gizi Buruk yang Terkena TBC Kronis

21 September 2014, 21:30 WIB

KabarNusa.com – Slamet Wahyudi (14), bocah penderita gizi buruk lantaran penyakit TBC akut hanya terbaring lemah di atas tempat tidur lusuh di rumahnya, sembari menunggu uluran tangan penderma.
Selain harus bertarung melawan penyakit, keluargnya juga dililit kemiskinan.

Ditemani sang kakek Supari (70), Slamet tinggal di Lingkungan Samiana, Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana, Bali.

Tubuhnya Slamet terlihat lemas tidak berdaya, kedua lengan dan kedua kakinya hanya sebesar tongkat pramuka.

Demikian juga tubuhnya, hanya tinggal berbalut kulit keriput. Untuk aktivitasnya, dia hanya menunggu uluran tangan sang kakek untuk makan, minum, mandi termasuk untuk buang air kecil dan besar.

Derita Slamet kian panjang, lantaran sang ibu meninggalkannya pergi entah kemana. Tragisnya, sang ayah telah meninggal dunia bunuh diri lantaran tidak kuat didera kemiskinan.

Keseharian Slamet yang merupakan anak ke dua dari empat bersaudara, buah hati dari pasangan Heru Gatot Suprapto (alm) dan Sri Ulandari, tinggal bersama Supari, kakeknya dan Ponimah (55) yang sehari-harinya sebagai buruh serabutan.

Kepada wartawa, Supari menuturkan, cucunya sakit sejak duduk di kelas 5 SD atau sejak usiannya 11 tahun.

sejak itu, Slamet tidak bisa sekolah lagi karena penyakit yang dideritannya kian parah.
Awalnya, mengalami panas dan batuk-batuk disertai bengkak di kelenjar lehernya.

Supari hanya membiarkannya karena dipikir sakit batuk biasa. Namun lantaran kian hari kian parah, Slametpun kemudian diperiksakan ke Puskesmas setempat dan didiagnosa mengidap penyakit TBC kronis.

Slamet sempat dirawat di Puskesmas Melaya, kemudian dirujuk hingga ke RS Wangaya, Denpasar. Di RS Wangaya, Slemet menjalani pengobatan TBC-nya.

Namun karena penyakit itu telah kronis, butuh waktu lama untuk penyembuhannya.

Saat masih dalam perawatan itulah menurut Supari, tubuh cucunya semakin kurus, hingga akhirnnya tinggal tulang dibungkus kulit.

Supari tercatat sebagai KK miskin masih bisa bersyukur karena selama pengobatan cucunya sepersenpun tidak dipunggut biaya.

Nanun untuk biaya menunggu pasien selama di rawat dan makan sehari-hari, Supari mengaku kewalahan.

“Saya tidak kuat lagi membeli susu cucu saya karena sekarang dalam pemulihan gizinya,” tutur Supari.

Dia bersama istrinya juga masih merawat adik Slamet yang masih duduk di bangku SD. Beruntung, tetangga mereka ada yang terketuk membantu meringankan beban mereka.

“Ada saja yang datang membawakan makanan kepada cucu saya,” ujarnya.

Kini, Dia hanya bisa pasrah dan berharap adanya dermawan mau membantunya untuk kesembuhan cucunya.

“ Saya berharap cucu saya sembuh, karena kelak saya gantungkan masa tua saya kepadanya,” harapnya lirih. (dar)

Berita Lainnya

Terkini