Dewan Diminta Tunda Penetapan Ranperda Perlindungan Anak

13 Januari 2014, 23:43 WIB
Worklshop Bahas Ranperda Perlinduingan Anak (Foto: Kabarnusa)

Kabarnusa.com, Denpasar – Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Perlindungan Anak yang diajukan DPRD Bali dinilai belum matang sisi kajian akademis dan substansinya dalam upaya melindungi kepentingan anak sehingga berbagai kalangan mendesak penundaan penetapannya.

Dalam workshop analisa dan pembahasan ranperda perlindungan anak yang digelar Lembaga Bantuan Hukum  (LBH) Bali bekerjasama dengan Open Society Justice Initiative, banyak menyoroti belum sempurnanya ranperda tersebut.

Bahkan, ranperda yang kini digodok di dewan itu, terkesan hanya “copi paste” dari aturan sebelumnya sehingga tidak mencerminkan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi saat ini.

Anggota Komisi IV DPRD Bali Utami berharap, masukan dari berbagai pihak untuk penyempurnaan ranperda tersebut yang diharapkan dapat rampung sebelum pemilu legislatif.

“Dari kajian akademis kami sudah libatkan staf ahli dan Fakultas Hukum Unud, ranperda ini untuk memberi perlindungan dalam mendapatkan hak-haknya seperti pendidikan dan sosial,” ujarnya Senin (13/1/2014).

Hanya saja, ranperda itu banyak mengundang pertanyaan, seperti dari aktivis wanita yang mahasiswa S3 Kajian Budaya Unud, Gayatri. Dia menyoroti tidak adanya acuan jelas yang dipakai dalam mendefinisikan anak dimaksud.

Demikian pula, dia mengkritik tidak dilibatkannya anak, dalam penyusunan aturan itu padahal itu sangat penting untuk mengetahui apa sejatinya kebutuhan dan keinginan mereka.

Pengertian anak cacat dalam ranperda, juga diminta diganti karena sekarang sesuai acuan yang baru mereka disebut sebagai penyandang disabilitas.

“Saya mengusulkan, agar ketentuan yang jelas mengatur terhadap hak-hak anak misalnya yang menjadi korban perceraian, ataupun yang terlahir tidak diinginkan,” ujar dia.

Banyak persoalan lainnya yang juga mesti diakomodasi dalam draft aturan tersebut, menyangkut hak-hak anak yang terpaksa harus menjalani kehidupannya di penjara.

Sementara akademisi dari Universitas Mahasarawasti Wayan Gede Wiryawan mengingatkan, agar dalam penyusunan ranperda itu, bisa menghidarkan diri dari tiga hal.

kata dia, Ketiga hal itu adalah makna ganda, kekaburan dan terlalu luas cakupannya sehingga justru tidak fokus.

Professor LK Suryani juga mempertanyakan kenapa dalam aturan itu justru hanya memberi perhatian terhadap anak-anak yang menyandang keterbatasan atau cacat.

Bagaimana dengan anak-anak normal lainnya yang juga mesti diberikan aturan dan perlindungan agar mereka bisa berkembang dan bisa lebih bermanfaat lagi hidupnya.

Melihat masih banyaknya sorotan terhadap ranperda yang dinilai banyak kelemahan itu, para aktivis mendesak dewan agar tidak terlalu berambisi untuk menuntaskan atau menetapkan sebelum pemilu.

“Jangan karena dikejar deadline, lantas rancangan aturan itu ingin secepatnya ditetapkan, kami meminta agar disempurnkan lebih dahulu, jika tidak selesai nanti bisa dilanjutkan oleh dewan periode yang baru,” imbuh Ketua LBH Bali Yastini. (rma)

Berita Lainnya

Terkini