![]() |
Anggota Komisi IV DPRD Bali, Ketut Mandia |
DENPASAR – Kalangan anggota DPRD Bali geram lantaran pencairan dana hibah senilai Rp19 Miliar untuk para dadia yang menjadi bagian dari desa adat justru terkesan dipersulit dengan berbagai macam aturan.
Karenanya, Komisi IV DPRD Bali, memanggil Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Dewa Putu Beratha, untuk meminta penjelasan terkait belum cairnya 424 proposal hibah yang difasilitasi dewan di dinas tersebut.
Total dana hibah untuk 424 proposal itu sebesar Rp19 Miliar lebih. Penjelasan yang disampaikan Putu Beratha dalam rapat tersebut rupanya memantik kekecewaan Dewan.
Anggota Komisi IV DPRD Bali, Ketut Mandia, terlihat emosional ketika keluar dari ruang rapat.
Dia berasalan, dalam syarat pencarian dana hibah yang difasilitasi anggota DPRD Bali, kelompok Dadia tidak dimasukkan ke dalam desa Adat.
Karena itu, untuk mencairkan hibah yang diajukan Dadia harus disertai surat keterangan dari bendesa adat bahwa Dadia bagian dari desa adat.
“Katanya dinas (Dinas Kebudayaan-red) takut, karena dalam Peraturan Gubernur, ini menyimpang. Karena masyarakat Dadia tidak dimasukkan dalam masyarakat adat,” tegasnya Rabu (12/10/2016).
“Kan lucu dong. Padahal surat domisili sudah ditandatangani desa dinas. Setiap proposal dadia diketahui bendesa adat. Apalagi yang dipersoalkan,” sambungnya politikus PDI Perjuangan itu.
Ditegaskan, Dadia jelas merupakan penyokong Desa Adat.
Setiap ngusaba, melasti, Dadia itu turun bersama mundut pratima ke kahyangan desa adat. Dalam awig-awig masing-masing desa adat juga muncul kalimat wewidangan terdiri dari Dadia ini, Dadia itu.
Masyarakat adat yang menyokong adalah masyarakat Dadia. Ini dibuat blunder lagi, nanti harus minta surat keterangan.
Bahkan, saking kesalnya, dia berujar dengan rumitnya aturan itu, Dadia di Bali dianggap seperti pencuri, padahal mereka bagian dari desa Adat.
Ia berharap, pemerintah mencari klausul-klausul untuk bisa bijak memperlakukan Dadia.
“Masyarakat kita bukan pencuri. Dadia-dadia ini bagian desa adat,” tegas politisi asal Klungkung itu.
Menanggapi hal itu, Kadis Kebudayaan Bali Dewa Putu Beratha menjelaskan, dari 424 proposal hibah yang difasilitasi dewan, beberapa sudah dalam proses NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) untuk bisa melakukan pencairan di Biro Keuangan.
Ada pula yang masih dalam proses menyiapkan draft Surat Keputusan (SK), dan sebagian lagi SK-nya sudah ditandatangani gubernur.
Hibah pasti bisa dicairkan sepanjang memenuhi aturan, NSPK (Norma, Standar, Prosedur, Kriteria), dan lolos verifikasi faktual.
Terkait sanggar dan Dadia, pihaknya meminta surat keterangan dari desa adat.
“Itu untuk jaga-jaga saat pemeriksaan dan meyakinkan pemerintah bahwa sanggar, Dadia itu merupakan bagian dari kesatuan masyarakat hukum adat Bali,” dalihnya. (gek)