![]() |
Rombongan DPRD Bali saat sidak di Jembatan Timbang Jembrana |
DENPASAR – Kalangan dewan mengusulkan denda atas kendaraan truk yang kelebihan tonase dilakukan di jembatan timbang bukan di pengadilan guna mencegah terjadinya kembali pelanggaran. Usulan itu disampaikan saat Komisi III DPRD Bali melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Jembatan Timbang (JT) di Gilimanuk, Jembrana, Kamis (2/2/2017).
Sidak itu dipimpin langsung oleh Ketua Komisi III DPRD Bali I Nengah Tamba. Sidak itu bertujuan mengecek kesiapan pelimpahan tanggung jawab pengelolaan JT dari Pemprov Bali ke Pemerintah Pusat sebagaimana diamanatkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
“Kita datang memastikan penegasan UU Nomor 23/2104 terkait pelimpahan JT ke pusat. Gimana operasional. Ternyata bedol desa semua diserahkan ke pusat. Tanggungjawab hanya sebatas dalam batas wilayah tembok kantor,” jelas Tamba di Denpasar, Jumat (3/2/2017).
Karena pengelolaan JT sudah menjadi urusan Pemerintah Pusat diharapkan koordinasinya semakin bagus. Secara khusus pihaknya menyoroti soal angkutan barang yang kelebihan muatan untuk diberikan sanksi yang tegas.
“Contohnya jangan lagi ada kucing kucingan bongkar muat barang di jalan sebelum masuk JT. Lewati mesin cek JT, barang naik lagi. Jadi sudah dicek dan dipastikan di JT Jawa Timur, masuk Bali tidak lagi kelebihn tonase,” tegas politis Partai Demokrat itu
Kendati ada denda tilang bagi angkutan kelebihan tonase, namun potensi untuk tetap dilanggar tetap ada. Dengan sistem tilang yang berlaku sekarang, menurut Tamba, kurang memberi efek jera. Pasalnya, setiap angkutan yang kelebihan tonase, mereka hanya membayar Rp200.000 pada 14 hari kemudian di pengadilan.
Selama 14 hari tersebut, mereka mengantongi surat tilang. Jika mereka melewati JT yang lain selama 14 hari itu, mereka tidak mereka tidak ditilang. Karenanya, dewan mengusulkan denda tilang dibayar di tempat. Artinya, mereka harus membayar denda tilang di setiap JT yang mereka lewati mulai dari Jawa hingga di Bali.
“Sanksi tilang Rp200.000, menunggu sidang 14 hari. Tapi angkutan barang bisa nakal, surat tilangnya dipakai setiap hari selama 14 hari untuk angkutan tonase lebih,” tegas Tamba. Dengan begitu, tilang di tempat langsung bayar. Setelah kena tilang di JT Jawa Timur kemudian truk kembali muatanya melebihi tonase maka dia harus bayar tilang lagi di JT Gilimanuk begitu seterusnya
“Setiap JT yang dilewatinya harus bayar. Artinya jika dia melanggar kelebihan tonase melewati 4 JT maka dia bayar Rp200.000×4 Itu usulan,” ujarnya. Kelebihan tonase angkutan barang menyebabkan kerusakan jalan. Makanya, dengan adanya sanksi tegas itu tidak ada lagi angkutan barang yang berani melebihi tonase.
“Kerusakan jalan Gilimanuk-Denpasar sangat parah. Salah satu penyebab angkutan barang bertonase tinggi,” tegasnya. Sejumlah anggota Komisi III yang mendampingi Tamba dalam sidak itu di antaranya Wayan Adnyana, Kadek Diana,
Wayan Disel Astawa, IGA Diah Werdhi Srikandi WS, Ketut Purnaya, Ida Bagus Pada Kesuma, Gde Ketut Nugrahita Pendit, Nyoman Suyasa, Kadek Nuartana dan Ida Bagus Gede Udiyana. (rhm)