![]() |
Workshop Kepemiluan yang digelar Dewan Pers di Denpasar Bali |
Denpasar – Pelaksanaan Pemilu Serentak 17 April 2019 menjadi momentum penting bagi kalangan pers untuk meneguhkan perannya dalam menjaga demokrasi di Indonesia.
Karena itu, ajang Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden, pers harus berperan memberikan pencerdasan kepada masyarakat, tidak memihak kepentingan pihak manapun yang berkontestasi dalam pesta demokrasi lima tahunan itu.
Ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo menegaskan, pers sebagai salah satu pilar demokrasi harus memastikan prinsip dan nilai-nilai demokratisasi itu berjalan dengan baik.
Diakuinya, hiruk pikuk Pemilu, membuat media, ada yang tergoda, ikut masuk dalam tarik menarik kepentingan bahkan ada yang malah turut memanaskan situasi. Padahal, kata Stanley, pers memiliki tanggungjawab terhadap masyarakat, membangun optimisme bukan sebaliknya, masuk dalam konflik kepentingan.
“Tugas kita ini menyelamatkan demokrasi, tidak peduli siapa yang menang,” tegas Stanley dalam Workshop Peliputan Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2019 di Denpasar, Kamis 9 Mei 2019.
Sebagaimana termuat dalam Pasal 6 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, pada intinya pers melaksanakan perannya dalam melakukan pengawasan kritik, koreksi dan saran.
“Pers harus bisa menjadi wasit, inspektur, pembimbing yang adil, menjadi pengawas yang teliti dan seksama, demi berjalannya demokrasi di Indonesia,” sambung Stanley.
Stanley kembali mengingatkan, pers harus menebar optimisme di masyarakat. Dengan produk jurnalistik yang dihasilkan, bisa mencerdaskan, memberi penyadaran masyarakat.
Selain itu, pers harus bisa melakukan penafsiran terhadap fakta-fakta yang terjadi. Menjadi penghubung antar kelompok masyarakat atau semua pihak.
Tak kalah pentingnya, bagaimana pers bisa meneruskan nilai nilai, memberikan pendidikan sekaligus memberikan hiburan agar masyarakat bisa terhibur dan senang.
![]() |
Ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo |
Peran-peran itulah yang tidak bisa diberikan oleh mereka atau pihak-pihak yang terlibat dalam konflik kepentingan termasuk dalam dunia politik. Dalam konteks demokrasi, maka pers harus bisa menghindari terjadinya bias pemberitaan terkait pemilu.
Dengan menjunjung tinggi pada kode etik jurnalistik (KEJ), yang pada intinya bertumpu kepada verifikasi, klarisfikasi dan konfirmasi, maka akan melahirkan produk jurnalistik yang bisa dipertanggungjawabkan.
Selain Stanley, turut hadir menjadi pembicara dalam workshop anggota Dewan Pers Jimmy Silalahi dan Ketua KPU Provinsi Bali I Dewa Agung Gede Lindartawan.
Workshop kepemiluan dihadiri puluhan jurnalis, para pemimin redaksi media dan organisasi profesi serta organisasi perusahaan pers yakni Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Bali dan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI)Bali. (rhm)