Diduga Pesanan Industri Rokok Asing, RUU Pertembakauan Ditolak

30 Juli 2016, 17:57 WIB
ilustrasi (foto:kabarbisnis.com)

JAKARTA – Suara penolakan terhadap pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan sebagai inisiatif DPR RI karena diduga sarat kepentingan industri rokok asing terus bergulir .

Elemen yang menamakan Koalisi Rakyat Bersatu Melawan Kebohongan Industri Rokok menegaskan sikap penolakan terhadap disahkannya aturan tersebut.

Ketua Koalisi Kartono Muhammad menyatakan penolakan itu atas upaya Badan Legislasi DPR RI yang ngotot disahkannya aturan itu pada sidang paripurna pembukaan masa sidang DPR 16 Agustus 2016.

Dalam sejarah kemunculannya, RUU Pertembakauan, banyak mengandung keanehan. Mulai dari sisi prosedural samoai ketidakjelasan landasan yuridis, filosofis dan sosiologis.

“Ada pasal-pasal dalam  RUU Pertembakauan bertentangan dengan semangat dan ketentuan UU Nomor 36 tahun 2009 tetang kesehatan dan UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai serta UU no 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani,” papar Kartono dalam keterangan tertulisnya diterima Kabarnusa.com,  Sabtu 30 Juli 2016.


Dia juga mempertanyakan, mekanisme pembahasan RUU Pertembakauan yang dilakukan Baleg DPR yang dinilai melanggar tata tertib dan ada upya sistematis untuk segera disahkan.

Terlebih, saat dengar pendapat, wakil rakyat condong hanya mendengar masukan industri rokok dan kurang memberi ruang dialog lebih lama dengan para pegiat anti tembakau.

Hal tak jauh beda disampaikan Sekjen Koalisi Rakyat Bersatu Melawan Kebohongan Industri Rokok Hery Chairiansyah  bahwa tidak ada urgensi dan keuntungan bagi rakyat terhadap RUU tersebut.

“RUU Ini tidak mengubah apapun terkait tata niaga tembakau yang selama ini timpang dan lebih menguntungkan indusrtri rokok,” sambungnya.

Posisi petani tembakau dengan ada atau tidak adanya UU Pertembakauan tidak mengalami perubahan karena mereka tidak berada pada posisi sebagai penanggungjawab resiko terbesar produksi tembakau.

Menurut Hery, jika dikatakan RUU Pertembakauan dikatakan melindungi petani, tidak butuh sebuah UU hanya agar menaikkan harga beli tembakau petani lokal oleh industri rokok.

Di lain sisi industri mampu mengguyur biaya pemasaan dengan porsi sangat besar.

“Tidak hanya dibutuhkan UU untuk mengurangi dan membatasi impor tembakau oleh pedagang karena dengan SK Menteri Perdagangan saja, bisa dibuat aturan pembatasan impor tembakau,” imbuhnya.

Karenanya, dengan melihat hal itu semua maka patut diduga RUU Pertembakauan merupakan pesanan industri rokok yang mengusung agenda terselubung dari kepentingan industri rokok asing.

Apalagi, Indonesia pasar potensial bagi industri rokok asing dengan jumlah penduduk cukup besar termasuk jumlah perokoknya.

“Kami juga berharap KPK turun tangan menelisik kemungkinan adanya aliran gratifikasi dalam berbagai bentuk yang diterima anggota yang diduga terlibat upaya percepatan pembahasan RUU Pertembakauan,” tandas Hery. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini