Yogyakarta– Di tengah hiruk pikuk perayaan 40 tahun kerja sama antara DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) dan Prefektur Kyoto, Putri Kraton Yogyakarta, GKR Mangkubumi, menghadirkan sentuhan diplomasi yang jauh dari kesan formal.
Alih-alih menjamu Ketua Dewan Prefektur Kyoto Ryuzo Aramaki dan Wakil Gubernur Kyoto Furukawa Hironiri di restoran mewah, GKR Mangkubumi justru mengajak tamu-tamu penting ini merasakan kehangatan Jogja yang otentik di Warung Gudeg Ibukota, Jalan Solo, pada Selasa (4/11/2025).
Aksi ini terjadi setelah rombongan Pemerintah Prefektur Kyoto disambut secara resmi oleh Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X di Bangsal Kepatihan. Namun, puncak dari keakraban budaya justru terjadi di pinggir jalan.
Pukul 21.30 WIB, pemandangan unik terekam. GKR Mangkubumi dan para pejabat Jepang duduk lesehan beralas tikar, tanpa meja dan kursi, menikmati sajian gudeg, paha ayam, dan telur bacem. Suasana hangat ini diiringi riuh kendaraan dan lantunan musik pengamen jalanan.
GKR Mangkubumi menjelaskan alasannya memilih lokasi sederhana ini.
“Ya simpel aja karena saya beberapa kali makan di sini, saya ngajak mereka untuk merasakan makanan yang lokal banget dan sekaligus gudeg ini kan makanan tradisi Jogja,” ujarnya.
Keputusan ini tidak lepas dari kesamaan nilai mendalam yang dimiliki kedua daerah.
Yogyakarta dan Kyoto sama-sama diakui sebagai pusat kebudayaan yang menjunjung tradisi namun terbuka terhadap kemajuan. Keduanya dibangun di atas fondasi yang sama: nilai-nilai spiritual, kesederhanaan, dan keseimbangan alam.
Wakil Gubernur Kyoto, Hironori Furukawa, menyampaikan apresiasi mendalam atas sambutan yang hangat dan konsisten ini.
Ia menilai, nilai-nilai budaya Jawa memiliki banyak kesamaan dengan budaya Jepang, terutama dalam hal penghormatan terhadap alam, tata krama, dan kebijaksanaan dalam keseharian.
Furukawa berharap kerja sama antardaerah ini dapat berkembang lebih luas, mencakup kebijakan lingkungan hingga pendidikan generasi muda.
Murtijah, pemilik Warung Gudeg Ibukota, mengaku terkejut warung sederhananya menjadi lokasi jamuan delegasi internasional.
“Kalau dari keluarga Keraton, terutama putri-putri Keraton, memang sering makan di sini. Tapi kalau sampai pejabat Jepang diajak ke sini, saya juga kaget,” ungkapnya.
Keramahan dan kesederhanaan diplomasi ini menyentuh hati Murtijah.
“Senang sekali bisa dikunjungi sama Putri Dalem (GKR Mangkubumi), apalagi mengajak pejabat dari Jepang. Pokoknya maturnuwun sanget kagem Gusti Mangku, kok nggih kepikiran mriki niku sing kulo rasane mak nyes teng ati,” pungkasnya.
Jamuan gudeg lesehan ini menegaskan diplomasi paling efektif seringkali ditemukan dalam kehangatan dan kesederhanaan sebuah tradisi, mempererat persahabatan Indonesia-Jepang di balik santapan khas Jogja.***

