Sidang Majelis KPPU dengan agenda pembacaan putusan yang dilakukan secara daring pada Kamis 8 Juli 2021 menjatuhkan denda GIAA sebesar Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)/Dok.KPPU. |
Jakarta – Sidang Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (“KPPU”)
menjatuhkan denda kepada PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (“GIAA”) sebesar
Rp1 Miliar.
Putusan denda sebesar itu, setelah BUMN tersebut dinyatakan terbukti melanggar
pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“UU No. 5/1999”) dalam perkara
Dugaan Praktek Diskriminasi PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk. terkait
Pemilihan Mitra Penjualan Tiket Umrah Menuju dan dari Jeddah dan Madinah.
Kesimpulan disampaikan pada Sidang Majelis Pembacaan Putusan yang dilakukan
secara daring pada Kamis 8 Juli 2021. Atas pelanggaran tersebut, GIAA
dikenakan denda sebesar Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
Ketua Majelis Komisi untuk Perkara No.06/KPPU-L/2020 adalah M. Afif Hasbullah,
dengan Anggota Majelis Komisi terdiri dari Dinni Melanie, dan Dr. Guntur
Syahputra Saragih.
Majelis memutuskan dengan menyatakan bahwa PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
terbukti melanggar pasal 19 huruf d UU No. 5/1999, dan menjatuhkan hukuman
berupa denda administratif sebesar Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
Denda tersebut wajib dilakukan pembayaran selambatlambatnya 30 (tiga puluh)
hari sejak putusan berkekuatan hukum tetap.
“Apabila terlambat melakukan pembayaran denda, GIAA dapat dikenakan denda
keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari nilai denda,” tegas Ketua
Majelis Komisi Afif Abdullah sebagaimana keterangan tertulis diterima
Kabarnusa.com.
Terungkap, perkara diawali dari laporan publik tersebut mengangkat dugaan
pelanggaran Pasal 19 huruf d UU No.5/1999, khususnya terkait upaya penutupan
akses saluran distribusi penjualan langsung tiket umrah menuju dan dari Jeddah
dan Madinah oleh GIAA melalui Program Wholesaler.
Hambatan masuk tersebut berdampak pada sebagian besar Penyelenggara Perjalanan
Ibadah Umrah (“PPIU”) lainnya.
PPIU yang ditunjuk oleh GIAA terdiri dari PT. Smart Umrah (Kanomas Arci
Wisata), PT. Maktour (Makassar Toraja Tour), PT. NRA (Nur Rima Al-Waali Tour),
PT. Wahana Mitra Usaha (Wahana), PT. Aero Globe Indonesia, dan PT. Pesona
Mozaik.
Pada proses persidangan, Majelis Komisi menilai bahwa tindakan GIAA yang
menunjuk keenam PPIU sebagai wholesaler tanpa melalui proses penunjukan yang
dilakukan secara terbuka dan transparan, tidak didasarkan pada persyaratan dan
pertimbangan yang jelas dan terukur.
Selain itu adanya inkonsistensi dalam rasionalitas penunjukan wholesaler,
membuktikan adanya praktik diskriminasi GIAA terhadap setidaknya 301 (tiga
ratus satu) PPIU potensial dalam mendapatkan akses yang sama dalam hal
pembukuan dan/atau pembelian tiket rute Middle East Area (“MEA”) milik GIAA
untuk tujuan umrah.
Sebelumnya, GIAA sempat mengajukan perubahan perilaku pada September 2020 pada
Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan. Tetapi karena GIAA tidak sepenuhnya
melaksanakan pakta integritas perubahan perilaku yang diberikan, proses
persidangan kembali dilanjutkan.
Pada pembacaan putusan Majelis Komisi turut mempertimbangkan kemampuan GIAA
untuk membayar berdasarkan Laporan Keuangan Tahun 2018, Tahun 2019, dan Tahun
2020.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, Majelis Komisi menilai bahwa jika
dikenakan tingkat denda tertentu, maka GIAA berpotensi tidak dapat beroperasi
pada kondisi keuangan tersebut.
Menimbang berbagai fakta, penilaian, analisa, dan kesimpulan di atas, Majelis
Komisi menyatakan bahwa PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk. terbukti melanggar
pasal 19 huruf d UU No. 5/1999, dan menjatuhkan hukuman berupa denda
administratif sebesar Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
“Denda tersebut wajib dilakukan pembayaran selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari sejak putusan berkekuatan hukum tetap,” tegas Afif Abdullah. (rhm)