DJP Terus Gali Potensi Pajak atas Usaha Ekonomi Digital Kripto hingga Fintech

Dari catatan DJP hingga 31 Oktober 2024, pemerintah mencatat penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital sebesar Rp29,97 triliun

13 November 2024, 19:17 WIB

Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak DJP Kementerian Keuangan RI akan terus menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto hingga pajak fintech.

Dari catatan DJP hingga 31 Oktober 2024, pemerintah mencatat penerimaan
dari sektor usaha ekonomi digital sebesar Rp29,97 triliun.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti menambahkan pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya seperti pajak kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah.

“Jumlah tersebut berasal dari
pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp23,77 triliun,” sebut Dwi Astuti dalam keterangan tertulisnya Rabu 13 November 2024.

Kemudina, pajak kripto sebesar Rp942,88 miliar, pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp2,71 triliun.

Pajak dipungut pihak lain atas transaksi
pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak

SIPP) sebesar Rp2,55 triliun.

Sampai dengan Oktober 2024 pemerintah telah menunjuk 193 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

“Jumlah tersebut termasuk lima
belas penunjukan pemungut PPN PMSE dan tiga pembetulan atau perubahan data
pemungut PPN PMSE pada bulan Oktober,” tandas Dwi Astuti.

Penunjukan di bulan Oktober 2024 yaitu FM Priv LLC, Midjourney, Inc., Arc Games Inc., DEEZER, Rebecca Hall, YOUZU GAMES HONGKONG LIMITED, ARENANET, LLC, NERIS Analytics Limited, Circle Internet Services, Inc., Vimeo.com, Inc., TP Global Operations Limited, BETTERME INTERNATIONAL LIMITED, Actitech Limited, BETTERME LIMITED, dan Lumen Research Limited.

Pembetulan di bulan Oktober 2024 yaitu NEXWAY SASU, HOTJAR LIMITED, dan FOXIT SOFTWARE INCORPORATED.

Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 170 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp23,77 triliun.

“Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp6,76 triliun setoran tahun 2023, dan Rp6,86 triliun setoran tahun 2024,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti.

Penerimaan pajak kripto telah terkumpul sebesar Rp942,88 miliar sampai dengan Oktober

Penerimaan tersebut berasal dari Rp246,45 miliar penerimaan tahun 2022, Rp220,83 miliar penerimaan tahun 2023, dan Rp475,6 miliar penerimaan 2024.

Penerimaan pajak

kripto tersebut terdiri dari Rp441,57 miliar penerimaan PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp501,31 miliar penerimaan PPN DN atas transaksi pembelian kripto di Exchanger

Pajak fintech (P2P lending) juga telah menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp2,71 triliun sampai dengan Oktober 2024.

Penerimaan dari pajak fintech berasal dari Rp446,39 miliar penerimaan tahun 2022, Rp1,11 triliun penerimaan tahun 2023, dan Rp1,15 triliun

penerimaan tahun 2024.

Pajak fintech tersebut terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp789,49 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp488,86 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp1,43 triliun.

Penerimaan pajak atas usaha ekonomi digital lainnya berasal dari penerimaan pajak SIPP.

Hingga Oktober 2024, penerimaan dari pajak SIPP sebesar Rp2,55 triliun.

Penerimaan dari pajak SIPP tersebut berasal dari Rp402,38 miliar penerimaan tahun 2022, sebesar Rp1,12 triliun penerimaan tahun 2023, dan Rp1,03 triliun penerimaan tahun 2024.

Penerimaan pajak SIPP terdiri dari PPh sebesar Rp172,68 miliar dan PPN sebesar Rp2,38 triliun.

“Dalam rangka menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia,” imbuh Dwi Astuti. ***


Berita Lainnya

Terkini