Dobrak Monopoli! DPRD Badung Desak Era Persaingan Sehat bagi Semua Provider Telekomunikasi

DPRD Badung mendesak Pemda mengakhiri potensi praktik monopoli dan membuka lebar pintu persaingan usaha sehat bagi semua penyedia Layanan

15 Desember 2025, 11:19 WIB

Badung– Gelombang kontroversi menerpa sektor infrastruktur telekomunikasi di Kabupaten Badung pasca gugatan fantastis senilai Rp 3,3 triliun yang dilayangkan PT Bali Towerindo Sentral Tbk (BALI) kepada Pemerintah Daerah Badung.

Menanggapi situasi ini, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Badung mengambil sikap tegas, mendesak Pemda untuk mengakhiri potensi praktik monopoli dan membuka lebar pintu bagi persaingan usaha yang sehat untuk semua penyedia layanan.

DPRD juga menuntut Pemda Badung bersikap transparan dan segera memberikan penjelasan terbuka kepada legislatif serta masyarakat terkait dasar tuntutan hukum yang dilayangkan oleh perusahaan yang telah beroperasi di Badung selama hampir dua dekade.

Anggota DPRD Kabupaten Badung, I Wayan Puspa Negara, menyoroti inkonsistensi gugatan triliunan rupiah tersebut, mengingat sejarah panjang kerja sama antara Pemda dan Bali Towerindo.

“Selama ini atau hampir 20 tahun Bali Towerindo telah diberikan keleluasan untuk membangun menara telekomunikasi di Badung, tetapi kenapa perusahaan tersebut tiba-tiba menuntut Pemda Badung? Hal ini perlu menjadi perhatian serius Pemda,” ujar Puspa Negara.

Hingga saat ini, dewan mengaku belum menerima informasi resmi yang komprehensif terkait dasar gugatan tersebut, selain kabar yang beredar luas di media.

Sejak awal, pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Badung—yang merupakan destinasi pariwisata internasional—ditekankan harus mematuhi tiga prinsip utama yang tak dapat ditawar:

Tidak merusak bentang alam.

Menjaga estetika kawasan wisata.

Menghormati nilai budaya dan kearifan lokal setempat.

Dorongan untuk persaingan sehat ini muncul setelah adanya aduan dari masyarakat dan wisatawan terkait keberadaan menara telekomunikasi.

Keluhan ini mendorong pembentukan Pansus (Panitia Khusus) yang menghasilkan Perda tentang menara telekomunikasi terpadu, yang membatasi pembangunan pada 49 titik guna mengurangi gangguan visual terhadap bentang alam.

Terkait isu perpanjangan kerja sama yang akan berakhir pada 2027, DPRD secara tegas menyatakan belum menerima nota kesepahaman (MoU) resmi.

DPRD justru mendesak eksekutif untuk mengambil langkah strategis yang fokus pada penyelesaian tuntutan hukum sekaligus memastikan praktik monopoli tidak berlanjut.

Prinsip utamanya adalah semua provider yang ingin membangun menara telekomunikasi harus tunduk pada tiga prinsip utama yang ditetapkan Pemda.

“DPRD menegaskan dukungan terhadap kebijakan yang tetap membuka persaingan usaha sehat, dengan syarat adanya komitmen kuat menjaga tata ruang, estetika destinasi wisata, serta kearifan lokal. Aspek budaya juga menjadi perhatian utama,” tegas Puspa .

Sebagai salah satu pusat pariwisata, Badung memiliki kebutuhan infrastruktur telekomunikasi tertinggi di Bali, didukung oleh lebih dari 3.100 akomodasi dan 4.444 restoran.

Kebutuhan jaringan digital yang prima sangat penting seiring berkembangnya work from home, bisnis digital, dan kunjungan jutaan wisatawan domestik dan mancanegara.

“Prinsip utamanya adalah kearifan lokal. Infrastruktur boleh tumbuh, teknologi boleh berkembang, tetapi tidak boleh dibangun secara sembarangan,” tutup Puspa Negara.

DPRD Badung merencanakan evaluasi menyeluruh sebelum tahun 2027, dengan komitmen kuat menjaga estetika kawasan sambil mendukung pertumbuhan sektor telekomunikasi berdasarkan prinsip keterbukaan, konsolidasi usaha yang sehat, dan jaminan kinerja dari seluruh pelaku usaha.***

Berita Lainnya

Terkini