Drama Lempuyangan: Mbak Mita Tantang Bukti Hukum KAI!

Ketegangan di kawasan Stasiun Lempuyangan hari ini, Kamis (3/7/2025), saat PT KAI melayangkan surat Peringatan ketiga penggusuran rumah dinas.

3 Juli 2025, 12:42 WIB

Yogyakarta -Ketegangan memuncak di kawasan Stasiun Lempuyangan hari ini, Kamis (3/7/2025), saat PT KAI bersiap melayangkan “pukulan terakhir” berupa Surat Peringatan ketiga untuk penggusuran rumah dinas.

Dari 14 keluarga yang sebelumnya bertahan, kini hanya satu nama yang tersisa, menjadi simbol perlawanan: keluarga Mbak Mita di Jalan Hayam Wuruk No. 110.

Mereka bersumpah tak akan beranjak sejengkal pun sebelum PT KAI menunjukkan dasar hukum dan administrasi yang jelas atas klaim kepemilikan dan penggusuran.
Misteri di Balik Klaim PT KAI: Warga Tuntut Transparansi Hukum dan Administratif!

“Kami belum ditunjukkan oleh PT KAI terkait apa yang menjadi dasar hukum, dasar administrasi, dan aturan regulasi mengenai besaran kompensasi. Itu yang menjadi alasan warga untuk bertahan,” tegas Raka Ramadan, pendamping hukum dari LBH Yogyakarta, hari ini.

Raka menjelaskan bahwa pihaknya telah berkirim surat keberatan dan permohonan informasi kepada PT KAI. Namun, respons yang didapat hanyalah Surat Peringatan Ketiga (SP3) tanpa sedikit pun penjelasan atas poin-poin krusial yang diajukan warga.

“Apa definisi tidak mengindahkan SP1, SP2, dan SP3? Setiap ada surat itu, kami selalu menyurat balik, merespons dengan iktikad baik. Kami hanya ingin dibuka ruang dialog dan diberikan kejelasan dasar hukumnya,” imbuhnya, menyoroti kebuntuan komunikasi.

Tanah Warisan atau Aset Perusahaan? Warga Pertanyakan

Legalitas Klaim PT KAI
Fokki Ardiyanto, juru bicara warga, menyuarakan keraguannya terhadap klaim kepemilikan PT KAI. Ia mempertanyakan transparansi di balik status tanah yang disebut-sebut belum bersertifikat dari Keraton.

“Waktu sosialisasi di Kantor Kelurahan Bausasran, disampaikan bahwa tanah ini belum ada sertifikat dari Keraton. Lalu kalau belum bersertifikat, kenapa Keraton memberikan palilah ke PT KAI? Apakah cukup hanya berdasar peta tahun 1918?” ujarnya.

Lebih lanjut, Fokki mengungkapkan bahwa Badan Pertanahan Nasional (BPN) pernah menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT) atas nama Mbak Mita, yang secara hukum mengakui Mbak Mita sebagai penghuni sah.

“Kami punya SKT, dan kami minta KAI juga tunjukkan bukti bahwa itu aset mereka. Kalau memang terjadi perbedaan tafsir, silakan tempuh jalur hukum. Ini negara hukum, bukan negara kekuasaan,” tegasnya, menuntut penyelesaian melalui jalur yudisial.

Ia juga mengecam pendekatan PT KAI yang dinilai mengabaikan proses hukum. “Kalau memang mau melakukan pengosongan paksa, tunjukkan dulu perintah pengadilan. Jangan gunakan pendekatan premanisme dalam urusan seperti ini,” pungkas Fokki dengan nada geram.

Sikap KAI Masih Misteri: Siapkah Penggusuran Hari Ini Terjadi?
Hingga berita ini diturunkan, keluarga Mbak Mita tetap teguh pada pendiriannya: tidak akan meninggalkan rumah selama belum ada kejelasan hukum.

Rencana penggusuran oleh PT KAI sedianya akan dilakukan hari ini. Namun, pihak PT KAI (Daop 6) masih enggan memberikan keterangan lebih lanjut.

“Di tunggu saja ya,” kata Manajer Humas KAI Daop 6 Yogyakarta, Feni Novida Saragih, singkat kepada awak media, Kamis (3/7/2025).

Akankah drama penggusuran ini berakhir hari ini dengan paksa, ataukah PT KAI akan membuka ruang dialog dan menghadirkan bukti hukum yang dituntut warga?. ***

Berita Lainnya

Terkini