Kabarnusa.com – Dua Sulinggih yang terlanjur membubuhkan
tandatangan terkait “keputusan tandingan” Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Puat tentang Kawasan Teluk Benoa –
tanpa kata ‘’Suci’’ akhirnya mencabut dukungannya itu.
Dua
Sulinggih itu adalah Ida Sinuwun Nabe Mpu Siwa Putra Parama Daksa
Manuaba dari Griya Bongkasa Kabupaten Badung dan Ida Rsi Bujangga Hari
Anom Palguna dari Griya di Tegalcangkring Kabupaten Jembrana.
Sebelumnya,
beredar keputusan Tandingan Parisada tentang Kawasan Teluk Benoa –
tanpa kata ‘’Suci’’ . Draft keputusan itu diduga sudah ditandatangani
beberapa Wakil Dharma Adhyaksa yang hadir dalam Pasamuhan Sabha Pandita
tanggal 9 April 2016.
Karenaya, dua sulinggih
menegaskan bahwa Pasamuhan Sabha Pandita tanggal 9 April 2016 sepakat
memutuskan bahwa Teluk Benoa adalah Kawasan Suci.
Sementara
Wakil Dharma Adhyaksa yang menolak menandatangani “Keputusan
Tandingan’’ adalah Ide Mpu Siwa Budha Daksa Dharmita dan Ide Pedande Gde
Panji Sogate.
Keduanya menyatakan, tidak ada Keputusan selain bahwa Teluk Benoa adalah Kawasan Suci.
Keputusan
itu dilandaskan kepada Bhisama No. 11/PHDI tahun 1994, Perda Tata Ruang
Bali dan Perda Tata Ruang Kabupaten Badung, kajian Tim Planologi
UNHI-ForBALI, serta norma dan filosofi Hindu seperti Tri Hita Karana,
Sad Kertih, dan lain-lain.
Ketua PHDI Kabupaten Badung,
yang bertemu langsung dengan Ida Mpu Siwa Putra di Griya Bongkasa,
beberapa waktu lalu menuturkan, kedua sulinggih itu telajh mencabut
tandatangan.
“Setahu saya, beliau karena tidak mau
terseret dan terjebak untuk melakukan kebohongan publik, membohongi
umat, apalagi menyangkut kesucian,” katanya.
Ditegaskan,
Pasamuhan Sabha Pandita 9 April 2016 memang memutuskan Teluk Benoa
sebagai Kawasan Suci, dan sudah membaca Keputusan yang konsepnya
ditugaskan kepada Sabha Walaka untuk mengerjakannya.
Karenanya,
tanpa bermaksud tidak hormat ke hadapan Sulinggih, Sukayasa mohon
dengan hormat, agar Sulinggih yang menandatangani segera mencabut dan
meniadakan ‘’Keputusan Tandingan’’ tersebut. (kto)