Yogyakarta – Di usia senjanya, Mbah Tupon (68), seorang lansia asal Bantul, harus menghadapi kenyataan pahit—tanah miliknya hampir saja berpindah tangan akibat dugaan praktik mafia tanah. Namun, ia bukan satu-satunya pihak yang merasa dirugikan. PT Permodalan Nasional Madani (PNM) mengklaim bahwa mereka juga mengalami kerugian dalam kasus ini.
Permasalahan bermula ketika sertifikat tanah milik Mbah Tupon tiba-tiba beralih nama. Sertifikat tersebut kemudian diagunkan ke PT PNM dengan nilai pinjaman mencapai Rp 1,5 miliar. Namun, bagaimana mungkin PNM menerima agunan berupa sertifikat tanah yang ternyata telah berpindah kepemilikan?
Perusahaan tersebut menjelaskan bahwa kredit tersebut berasal dari skema take over—proses pengalihan pinjaman dari satu bank ke bank lain.
Sebagai bank penerima sertifikat yang telah beralih nama sebagai agunan, kami dari PNM hanya menerima take over. Jadi, sertifikat itu memang sudah atas nama yang disebutkan sebelumnya.
“Kami menerimanya bukan atas nama Mbah Tupon, melainkan atas nama Indah Fatmasari,” ujar Corporate Secretary PT PNM, Dodot Patria, kepada wartawan saat menemui Mbah Tupon bersama DPR RI, Sabtu 3 Mei 2025.
Sementara itu, terkait dengan siapa yang bertanggung jawab atas pelunasan utang sebesar Rp 1,5 miliar tersebut, Dodot menegaskan bahwa pihak debitur adalah MA, suami dari Indah Fatmasari, yang menjadi pemohon kredit. Karena perjanjian kredit telah ditetapkan, kewajiban pembayaran tetap harus diselesaikan.
Dalam pernyataannya, PNM juga memastikan bahwa tanah dan bangunan milik Mbah Tupon tidak akan dilelang. Upaya penghentian proses lelang bahkan telah dilakukan sejak tahun lalu.
“Sebetulnya, sejak tahun lalu kami sudah menghentikan proses ini. Hanya saja, baru viral belakangan. Bahkan minggu lalu kami juga telah berkunjung ke sini. Pihak BPN sendiri sudah menerbitkan surat blokir, sehingga secara legal tanah tersebut tidak bisa dilelang atau diperjualbelikan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Dodot menjelaskan bahwa dalam prosedur normal, ketika terjadi keterlambatan pembayaran, pihaknya akan mengirimkan surat peringatan sebanyak tiga kali sebelum akhirnya mengajukan proses lelang. Dalam kasus ini, PNM telah menjalankan tahapan tersebut, tetapi segera menghentikannya setelah ditemukan adanya kejanggalan.
Meski demikian, apakah sertifikat tanah Mbah Tupon dapat kembali ke tangan pemilik sahnya? Menurut Dodot, semua tergantung pada proses hukum yang sedang berlangsung.
“Saat ini sertifikat sudah masuk dalam proses hukum di Polda DIY. Kita akan menunggu hingga tahap P21 dan putusan pengadilan sampai inkrah,” tuturnya.
PNM menegaskan bahwa mereka sepenuhnya menyerahkan penanganan kasus ini kepada aparat penegak hukum dan berkomitmen untuk mengikuti setiap tahapan hukum yang berlaku.
“Kami ikuti proses hukumnya dan mematuhi aturan yang ada,” pungkasnya.***